![]() |
Studio 21 yang terletak di Jl.Parapat, Kelurahan Tong Marimbun, Kecamatan Siantar Marimbun, Pematang Siantar |
Pematang Siantar, Selektifnews.com — Praktik peredaran narkotika jenis pil ekstasi dalam jumlah besar kembali menggemparkan Kota Pematang Siantar. Seorang pria berinisial D diduga kuat menjadi pengedar dengan jumlah mencapai 2.000 hingga 3.000 butir pil ekstasi perbulannya yang diedarkan di tempat hiburan malam Studio 21, berlokasi di Jalan Parapat, Kelurahan Tong Marimbun, Kecamatan Siantar Marimbun.
Studio 21 yang dikenal sebagai salah satu tempat hiburan malam di Siantar, kini menjadi sorotan tajam masyarakat dan aktivis. Selain peredaran narkoba, gedung ini juga diduga beroperasi tanpa kelengkapan perizinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan UU Bangunan Gedung, serta Peraturan Daerah Kota Pematang Siantar tentang Tata Ruang.
Lebih jauh lagi, status legalitas tanah yang ditempati Studio 21 juga dipertanyakan. Tidak ditemukan kejelasan mengenai keberadaan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah. Hal ini diperparah dengan dugaan bahwa bangunan tersebut berdiri di atas lahan yang melanggar garis sempadan sungai, yang seharusnya dijaga sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Danau.
Ironisnya, untuk mengamankan jalannya bisnis haram tersebut, pihak Studio 21 diduga menggunakan seseorang berinisial C untuk membagikan "uang tutup mulut" atau yang biasa disebut "uang stabil" kepada oknum-oknum tertentu. Praktik ini diduga bertujuan untuk meredam laporan warga serta memperlambat atau bahkan menghentikan tindakan dari aparat dan instansi terkait.
Menanggapi hal ini, Ketua Gerakan Masyarakat Anti Prostitusi Narkoba dan Judi (Gemapronadi), Andi Ryansah, angkat suara. Ia dengan tegas meminta aparat penegak hukum seperti Polri dan BNN agar segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap aktivitas di Studio 21. “Ini bukan hanya soal narkoba, tapi juga soal pelanggaran aturan dan nilai-nilai moral di tengah masyarakat,” ujar Andi pada Senin (21/4/2025).
Selain itu, Andi juga mendesak Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) serta Satpol PP Kota Pematang Siantar agar turun ke lapangan dan membongkar bangunan Studio 21 yang dinilai berdiri secara ilegal. Menurutnya, jika tidak ditindak tegas, bangunan seperti ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum tata ruang dan lingkungan di kota tersebut.
Pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), juga diharapkan segera mencabut izin operasional Studio 21. “Kalau memang terbukti melanggar aturan, pemerintah jangan ragu untuk menutup total tempat hiburan ini,” tegas Andi.
Lebih mengkhawatirkan lagi, Andi mengungkapkan adanya dugaan praktik perdagangan manusia (human trafficking) yang melibatkan anak di bawah umur di Studio 21. Aktivitas ini diduga berlangsung secara tersembunyi dan memerlukan perhatian serius dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) untuk memastikan perlindungan bagi korban. “Kami tidak akan tinggal diam. Siantar tidak boleh menjadi tempat subur untuk kejahatan yang terorganisir. Kami minta semua instansi turun, dari penegak hukum, dinas teknis, hingga lembaga perlindungan anak. Ini demi masa depan kota ini dan generasi mudanya,” tutup Andi.