Pematangsiantar, Selektifnews.com — Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B) kembali menyuarakan kritik keras terhadap penegakan hukum kasus narkoba dan minuman keras (miras) ilegal yang diduga kuat terpusat di salah satu tempat hiburan malam ternama di Pematangsiantar, yakni Studio 21.
Kritik ini dilontarkan pasca konferensi pers yang digelar Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) di halaman Sat Narkoba Polres Pematangsiantar, Jumat (2/5), pukul 15.00 WIB. Acara tersebut dipimpin langsung oleh Direktur Reserse Narkoba Polda Sumut, Kombes Pol Dr. Jean Calvijn Simanjuntak, S.I.K., M.H., dan dihadiri sejumlah tokoh penting daerah, termasuk Kapolres Simalungun AKBP Marganda Aritonang, Kasubbid Penmas Bid Humas Polda Sumut Kompol Siti Rohani, Sekda Kota Pematangsiantar Junaedi Antonius Sitanggang, Kadis Pariwisata Hammam Sholeh, serta perwakilan Bea Cukai Pematangsiantar.
Kasus Besar, Namun Penegakan Dinilai Setengah Hati
Dalam keterangan resminya, Kombes Calvijn mengungkapkan bahwa sejak awal tahun 2025 hingga awal Mei, sebanyak 101 kasus narkoba telah diungkap di wilayah Sumut dengan melibatkan 159 tersangka. Salah satu yang paling menonjol adalah kasus pengungkapan peredaran ekstasi di Studio 21, di mana tersangka RS ditangkap dengan barang bukti 97 butir ekstasi. Dari hasil pemeriksaan, disebutkan bahwa narkoba tersebut berasal dari JS dan GP — dua sosok penting dalam manajemen Studio 21.
“JS adalah manajer tempat hiburan tersebut. Dari tangan RS, kami juga menyita uang sebesar Rp9 juta hasil penjualan ekstasi yang diketahui diserahkan kepada JS dan akan diteruskan ke GP,” ujar Calvijn.
Namun, Ketua Umum DPP KOMPI B, Henderson Silalahi, menyatakan kekecewaannya terhadap kinerja aparat. Ia menyebut konferensi pers tersebut sebagai pertunjukan formalitas tanpa transparansi substansial.
“Saat ingin menyampaikan pertanyaan kritis, kami tidak diberi kesempatan. Padahal banyak kejanggalan yang ingin kami klarifikasi, termasuk soal siapa saja sebenarnya yang menjadi aktor intelektual di balik operasi peredaran narkoba ini,” ungkap Henderson.
Nama-Nama Tidak Diungkap, Peran Tidak Jelas
Henderson juga mempertanyakan mengapa nama-nama lengkap para tersangka tidak diumumkan, serta minimnya informasi mengenai peran masing-masing. "Disebutkan ada 7 tersangka, tapi tidak ada rincian tentang siapa berbuat apa. Publik berhak tahu!" katanya dengan nada tinggi.
Ia pun menyoroti kasus CP, salah satu pelaku yang terlihat dalam video penangkapan melompat ke danau saat hendak ditangkap, namun hanya direhabilitasi. “Ini sangat janggal. CP jelas terlihat sebagai bagian dari jaringan, tetapi hanya dikenai rehabilitasi. Ada apa ini?” tanya Henderson retoris.
Pemilik dan Penyedia Miras Ilegal Masih Bebas
Tak hanya itu, Henderson juga mengecam ketidaktegasan pihak kepolisian dalam menyentuh pemilik Studio 21, serta pemasok miras ilegal yang selama ini menjadi bagian dari operasional klub malam tersebut. Ia juga menyinggung isu eksploitasi anak di bawah umur sebagai LC (Ladies Companion) yang hingga kini tidak pernah diungkap secara tuntas.
“Ini bukan hanya soal narkoba. Ini soal sindikat! Ada miras ilegal, ada eksploitasi anak, dan semuanya dibiarkan begitu saja. Seolah-olah hanya eksekutor lapangan yang dijadikan tumbal,” serunya.
Peringatan Tegas untuk Pemko Pematangsiantar
DPP KOMPI B juga mengingatkan Pemerintah Kota Pematangsiantar bahwa pihak Polda Sumut dan Polres telah memberikan rekomendasi pencabutan izin dan penutupan permanen terhadap Studio 21. Namun hingga saat ini, belum ada langkah konkret dari Pemko, khususnya dari Dinas Pariwisata dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
“Kami mendesak Wali Kota dan instansi terkait segera mencabut izin operasional tempat hiburan tersebut. Jangan tunggu sampai masyarakat turun ke jalan!” tegas Henderson.
Ia juga menuntut Satpol PP untuk segera melakukan pembongkaran bangunan Studio 21, yang diduga melanggar garis sempadan sungai dan berpotensi merusak tata ruang kota.
Bea Cukai dan Penanganan Barang Bukti Disorot
Selain kepada Pemko, DPP KOMPI B juga mengingatkan pihak Bea Cukai agar tidak bermain-main dengan barang bukti yang telah disita. “Kami curiga, ada barang bukti yang nantinya dikembalikan diam-diam. Kami minta semua disita dan dimusnahkan di hadapan media!” ujar Henderson.
Surat Resmi ke Presiden dan Kapolri Akan Dikirim
Untuk memastikan kasus ini tidak dipetieskan, Henderson mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengirimkan surat resmi kepada Presiden RI Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, hingga Komisi III DPR RI.
“Penegakan hukum tidak boleh diskriminatif. Jangan ada ‘sapi-sapi suci’ yang tak bisa disentuh. Kami akan kawal terus kasus ini sampai ke akar-akarnya,” tutupnya.
Sorotan tajam dari DPP KOMPI B ini menjadi alarm keras bagi aparat dan pemerintah daerah untuk menindaklanjuti kasus narkoba dan miras ilegal secara menyeluruh dan tanpa tebang pilih. Penanganan kasus Studio 21 tidak boleh berhenti pada simbolisme seremonial — harus ada keadilan yang ditegakkan, dengan hukuman yang setimpal bagi seluruh pelaku.