-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

100 Hari Kerja Wali Kota Tebingtinggi: Dua Kali Didemo Mahasiswa, Irdian Saragih Tak Pernah Temui Massa

Redaksi
Selasa, 03 Juni 2025, Juni 03, 2025 WIB Last Updated 2025-06-03T04:59:57Z


TEBINGTINGGI, SELEKTIFNEWS.COM – Genap 100 hari masa kerja Wali Kota Tebingtinggi Iman Irdian Saragih dan Wakil Wali Kota Chairil Mukmin Tambunan diwarnai gelombang kritik dari kalangan pemuda dan mahasiswa. Aksi damai yang digelar oleh Aliansi Pemuda dan Masyarakat Tebingtinggi, Senin (2/6/2025), menjadi kali kedua massa turun ke jalan menyuarakan kekecewaan mereka terhadap kinerja pemimpin baru kota lemang itu. Ironisnya, dalam dua aksi tersebut, Wali Kota Irdian Saragih sama sekali tidak hadir ataupun menemui massa, memicu kemarahan dan tudingan antikritik dari para pengunjuk rasa.


Puluhan mahasiswa dan pemuda yang menggelar aksi di depan Kantor DPRD Kota Tebingtinggi menyampaikan 12 butir tuntutan. Di antaranya, menagih janji politik kampanye Wali Kota terkait pembukaan lapangan kerja, peningkatan pelayanan publik, serta penertiban pelaku UMKM. Selain itu, massa juga meminta pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) dan renovasi Masjid Agung sebagai bagian dari visi religius yang sempat dijanjikan Irdian Saragih semasa kampanye.


Orator aksi, M. Haryono dan Jihan Akbar, secara bergantian menyoroti lambannya realisasi program kerja dalam 100 hari kepemimpinan Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Mereka juga menuntut transparansi dana Beasiswa Utusan Daerah (BUD), pemanfaatan aset Pemko yang mangkrak, perbaikan kualitas dan penurunan tarif air minum, serta pembenahan layanan kesehatan di Rumah Sakit Kumpulan Pane (RSKP). Tak kalah penting, massa mendesak agar Pemerintah Kota menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi soal wajib belajar 9 tahun secara gratis.


Aksi sempat memanas ketika massa membakar ban di tengah jalan karena kesal tak satupun dari kepala daerah muncul. Ketidakhadiran Wali Kota menimbulkan kekecewaan mendalam, terlebih dalam momen evaluasi 100 hari kerja yang dianggap penting sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Walau akhirnya massa ditemui oleh Plt Sekda Kamlan Mursid, Wakil Ketua DPRD Ikhwan, dan anggota DPRD Hiras Gumanti Tampubolon, kehadiran mereka dinilai tidak menjawab substansi tuntutan.



Dalam pertemuan di ruang paripurna DPRD, Plt Sekda Kamlan menyampaikan bahwa sebagian tuntutan telah dilaksanakan, sementara yang lain akan direalisasikan setelah penetapan Perubahan APBD 2025. Ia menyebut keterlambatan disebabkan efisiensi anggaran dan proses administratif. Wakil Ketua DPRD Ikhwan mengajak massa membuat surat resmi untuk meminta pertemuan dengan Wali Kota dan OPD.


Namun, respons ini tidak memuaskan massa. M. Haryono menegaskan bahwa tuntutan mereka tidak bisa hanya ditanggapi secara birokratis tanpa itikad politik dari kepala daerah. Jihan Akbar, salah satu orator utama, menyampaikan kekecewaannya kepada media, menyebut bahwa sikap Wali Kota yang menolak berdialog mencerminkan kepemimpinan yang antikritik dan otoriter. “Kami datang membawa suara rakyat, bukan kepentingan pribadi. Tapi beliau tidak pernah hadir. Ini sikap yang arogan dan tidak pantas bagi pemimpin muda yang dulu begitu responsif saat menjadi anggota dewan,” kata Jihan.


Menurut Jihan, ketidakhadiran Wali Kota dalam dua aksi damai ini bukan sekadar masalah teknis, tapi bukti nyata ketidaksediaan menyerap aspirasi publik. Ia menyatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan menggalang massa yang lebih besar untuk aksi lanjutan sebagai bentuk perlawanan terhadap kebungkaman pemerintah. “Kekuasaan telah melena beliau. Kami akan kembali dengan gelombang protes yang belum pernah beliau lihat seumur hidupnya,” ujarnya lantang.


Kritik terhadap Wali Kota Irdian Saragih mencuat bukan hanya soal substansi program, tetapi juga soal gaya kepemimpinan yang dinilai eksklusif dan jauh dari rakyat. Seratus hari pertama yang semestinya jadi momen membangun kepercayaan publik, justru menjadi babak awal yang penuh ketegangan dan tanda tanya besar. Apakah ini hanya awal dari konflik berkepanjangan antara pemuda dan pemerintah, atau akan ada titik balik menuju dialog terbuka yang lebih demokratis? Waktu akan menjawab.

Komentar

Tampilkan

Terkini