Pematangsiantar, Selektifnews.com — Kantor Hukum Abdi Purba, SH & Rekan mengeluarkan pernyataan resmi untuk membantah tuduhan sepihak yang dialamatkan kepada masyarakat atas dugaan penggarapan dan perusakan tanah seluas ±70 hektar. Tuduhan tersebut dinilai tidak berdasar dan cenderung mengaburkan fakta sejarah serta kronologi yang terjadi sejak 1999. Klarifikasi ini dikeluarkan untuk meluruskan informasi yang menyesatkan dan berpotensi mencemarkan nama baik masyarakat yang sesungguhnya merupakan korban dari janji pembangunan yang tidak pernah ditepati.
Tanah yang kini dipermasalahkan pada dasarnya adalah aset masyarakat yang diserahkan secara sukarela kepada Direktur PT. Sipiso Piso, Haposan Silalahi, atas janji pembangunan hotel, lapangan golf, dan kawasan wisata. Sayangnya, sejak penyerahan tersebut dilakukan hingga bertahun-tahun lamanya, tidak ada satu pun janji yang terealisasi. Merasa dikhianati, masyarakat meminta kembali hak atas tanah mereka. Proses ini memuncak pada tahun 2016, ketika sebagian tanah seluas 35 hektar secara resmi dikembalikan dalam sebuah serah terima di kantor camat yang disaksikan oleh tokoh masyarakat Tapian Malau.
Sejak itu, masyarakat mulai mengelola kembali tanah mereka secara terbuka, sah, dan damai. Bahkan, Pangulu Sinar Nagamariah menerbitkan SKT atas tanah tersebut pada tahun 2019, yang menjadi dasar legalitas pengelolaan. "Kami tidak merusak. Kami hanya mengambil kembali hak kami yang dijanjikan akan membawa kesejahteraan, tetapi ternyata hanya janji kosong," tegas Adv. Abdi Purba, SH. Tuduhan penggarapan liar dan perusakan dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat yang sedang menuntut keadilan atas hak mereka sendiri.
Dalam konferensi persnya, Kantor Hukum Abdi Purba, SH & Rekan juga menegaskan bahwa masyarakat lebih dahulu melaporkan Haposan Silalahi dan PT. Sipiso Piso ke Polres Simalungun atas dugaan penipuan, wanprestasi, dan penerbitan sertifikat HGB tahun 2001 yang dilakukan tanpa persetujuan masyarakat. Anehnya, laporan masyarakat belum mendapatkan tindak lanjut berarti, sementara justru laporan terhadap masyarakat langsung diproses secara agresif. Hal ini menimbulkan dugaan adanya keberpihakan dalam proses penegakan hukum.
Lebih lanjut, mereka juga menyoroti indikasi keterlibatan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam penerbitan HGB No. 01 dan 02 di atas tanah yang telah memiliki legalitas masyarakat. "Jika HGB bisa muncul di atas tanah yang telah bersertifikat dan dikuasai masyarakat, maka siapa sesungguhnya yang mafia tanah? Masyarakat atau korporasi yang menyalahgunakan kekuasaan?" tandas Abdi Purba. Ia menilai bahwa ada unsur penyalahgunaan wewenang ketika Haposan Silalahi yang kala itu masih menjabat sebagai perwira tinggi aktif menggunakan pengaruh jabatannya untuk mengamankan klaim atas tanah tersebut.
Dalam membangun bantahannya, Kantor Hukum Abdi Purba, SH & Rekan mengacu pada sejumlah dasar hukum penting seperti Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum, serta Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 yang mengakui hak masyarakat adat atas tanah. Semua ini memperkuat posisi masyarakat yang selama ini berjuang mempertahankan haknya secara sah.
Melalui siaran pers ini, mereka menegaskan kembali bahwa masyarakat bukan penggarap liar melainkan pihak yang dikhianati oleh janji pembangunan yang tidak pernah ditepati. Tidak ada tindakan perusakan, melainkan pengelolaan kembali tanah yang dilakukan secara terbuka dan disaksikan aparat pemerintah. Oleh karena itu, mereka mendesak aparat penegak hukum agar objektif, adil, dan tidak membiarkan masyarakat menjadi korban kriminalisasi. Mereka juga menuntut agar dugaan pelanggaran hukum oleh PT. Sipiso Piso dan oknum terkait ditindaklanjuti secara serius.
Untuk informasi lebih lanjut, masyarakat dan media dapat menghubungi:
Kantor Hukum Abdi Purba, SH & Rekan
Pematangsiantar, 13 Juni 2025