JAKARTA, SELEKTIFNEWS.COM – Aroma politik bercampur isu hukum kembali menyeruak dari ibu kota. Baliho berukuran besar dengan wajah politisi senior asal Bangka Belitung, Rudianto Tjen, marak menghiasi sejumlah titik strategis di Jakarta Selatan, mulai dari kawasan Kebayoran Baru hingga Setiabudi. Kamis (4/9/2025).
Yang membuat publik tercengang, baliho tersebut tidak sekadar menampilkan wajah wakil rakyat yang kini duduk di DPR RI, melainkan disertai sederet tudingan menggemparkan: dugaan kepemilikan kapal isap produksi senilai ratusan miliar, ribuan hektare lahan sawit, pabrik kelapa sawit, hingga ratusan aset tanah dan bangunan. Total nilai aset yang disebut dalam baliho itu ditaksir mencapai triliunan rupiah.
Lebih jauh, baliho tersebut juga menyematkan label provokatif: “manusia kebal hukum”. Tidak berhenti di sana, sebuah karikatur tikus berdasi—ikon klasik kampanye antikorupsi—dipajang dengan tulisan sinis, “Tikus Berdasi Korupsi Semakin Jadi.”
Fenomena ini sontak memicu perbincangan hangat. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga merembet ke Bangka Belitung (Babel), daerah pemilihan Rudianto Tjen. Warganet Babel ramai membagikan foto baliho tersebut di media sosial, menyoroti keras tudingan yang diangkat, sekaligus mendesak agar aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bergerak menindaklanjuti.
“Kalau memang benar aset-aset itu terkait bisnis tambang dan sawit yang merugikan masyarakat, KPK harus segera turun tangan. Jangan sampai ada kesan hukum tumpul ke atas,” tulis seorang pengguna Facebook asal Pangkalpinang yang unggahannya viral di sejumlah grup.
Meski begitu, hingga kini tidak jelas siapa aktor di balik pemasangan baliho-baliho provokatif tersebut. Pola gerakan seperti ini kerap dikaitkan dengan strategi pressure group atau tekanan politik, terutama menjelang momentum politik penting seperti Pilkada dan Pemilu. Bagi sebagian kalangan, baliho itu bisa dibaca sebagai serangan terstruktur untuk mengguncang citra Rudianto Tjen, sekaligus menguji reaksi publik dan aparat hukum.
Di sisi lain, publik juga menyoroti bahwa tudingan sebesar itu seharusnya dibuktikan melalui jalur hukum, bukan sekadar perang spanduk di jalanan. Pasalnya, tanpa data konkret dan proses hukum resmi, isu semacam ini rentan menimbulkan fitnah dan membelah opini masyarakat.
Sampai berita ini diturunkan, Rudianto Tjen maupun pihak terkait belum mengeluarkan pernyataan resmi. Ketiadaan klarifikasi ini justru membuat rumor makin liar di lapangan. Sebagian masyarakat menilai diamnya sang politisi bisa dimaknai sebagai strategi “menunggu reda”, sementara yang lain menilai ia wajib angkat bicara untuk menjaga integritasnya sebagai pejabat publik.
Sementara itu, KPK pun belum memberikan tanggapan terkait maraknya desakan melalui baliho tersebut. Namun, isu ini sudah telanjur menjadi bola panas, terutama di Bangka Belitung, tempat Rudianto Tjen memiliki basis elektoral kuat. Publik menanti apakah aparat penegak hukum akan benar-benar menelisik dugaan yang beredar, ataukah baliho-baliho tersebut hanya akan menjadi potret kontroversi sesaat yang hilang ditelan waktu.
Satu hal yang pasti, maraknya baliho dengan narasi tajam ini menegaskan betapa kuatnya dinamika politik dan isu korupsi di Indonesia, yang sering kali bertemu di ruang publik secara frontal, memicu perdebatan tanpa ujung. (KBO Babel)