OKI, SELEKTIFNEWS.COM – Aktivitas galian tanah (Galian C) yang dilakukan oleh PT. Kelantan Sakti di Desa Secondong, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, diduga kuat tidak mengantongi izin resmi. Meski demikian, perusahaan tetap melanjutkan operasionalnya tanpa hambatan berarti, memicu keresahan warga dan sorotan publik terhadap lemahnya pengawasan pemerintah daerah.
Sesuai ketentuan hukum, setiap kegiatan eksploitasi sumber daya alam, termasuk penggalian tanah, wajib memiliki izin resmi dari pemerintah daerah maupun instansi terkait. Namun, informasi yang dihimpun Selektif News, hingga Selasa (07/10/2025), PT. Kelantan Sakti diduga belum melengkapi dokumen perizinan yang disyaratkan dan tetap menjalankan kegiatan penambangan.
Ironisnya, aktivitas galian tersebut dikabarkan sudah berlangsung cukup lama. Pihak perusahaan hanya melakukan komunikasi secara lisan kepada pemerintah desa, kecamatan, hingga aparat keamanan setempat tanpa menyertakan dokumen legalitas yang semestinya. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa perusahaan sengaja mengabaikan aturan untuk kepentingan bisnis semata.
Kondisi tersebut menuai protes dari masyarakat sekitar. Sejumlah warga Desa Secondong mengeluhkan dampak lingkungan dan sosial akibat aktivitas galian, seperti debu tebal yang mengganggu kesehatan, serta kerusakan jalan desa akibat lalu-lalang truk bermuatan berat. Warga meminta agar pemerintah daerah segera menindak tegas perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran izin tambang tersebut.
Selain meresahkan masyarakat, aktivitas galian tanpa izin juga berpotensi merugikan negara, sebab tidak ada kontribusi resmi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu, kegiatan tambang tanpa pengawasan teknis dapat memicu kerusakan lingkungan, seperti erosi tanah dan pencemaran air yang berdampak jangka panjang terhadap ekosistem.
Camat Pampangan, Yudi Irawan, ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa pihak perusahaan belum pernah mengajukan izin resmi ke pihak kecamatan.
> “Kami hanya menerima informasi lisan dari PT. Kelantan Sakti. Untuk persyaratan dan dokumen resmi, sampai saat ini belum ada,” ujarnya.
Pihak Polsek dan Koramil Pampangan juga mengakui bahwa mereka hanya mendapatkan pemberitahuan secara lisan dari pihak perusahaan tanpa adanya bukti legalitas kegiatan tambang tersebut. Hal ini menunjukkan lemahnya koordinasi antara perusahaan dan instansi pemerintah dalam menjalankan aktivitas yang berdampak langsung kepada masyarakat.
Sementara itu, Pemerhati Kebijakan Publik, Salim Kosim, S.IP, dari Pusat Riset Kebijakan dan Pelayanan Masyarakat (PRISMA), menilai aktivitas galian tanpa izin merupakan pelanggaran serius terhadap hukum dan tata kelola lingkungan.
“Seharusnya izin diurus lebih dulu sebelum kegiatan dilakukan. Ini menyangkut aturan, lingkungan, dan potensi kerugian negara,” tegas Salim.
Ia menambahkan, kegiatan tambang tanpa izin diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagai perubahan dari UU No. 4 Tahun 2009. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa pelaku penambangan tanpa izin dapat dikenai sanksi pidana hingga 5 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp100 miliar.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Humas PT. Kelantan Sakti, Dedek, menyebut bahwa pihaknya telah menyerahkan berkas lokasi kepada pihak kepolisian.
“Kemarin sudah kita serahkan berkasnya kepada Polsek, karena telah diminta oleh Kapolsek Pampangan,” akunya singkat.
Meski demikian, hingga berita ini diturunkan, belum ada kejelasan apakah berkas yang diserahkan tersebut merupakan dokumen izin resmi dari instansi berwenang atau sekadar data lokasi aktivitas. Publik kini menanti langkah tegas dari pemerintah Kabupaten OKI dan aparat penegak hukum untuk menindak perusahaan yang diduga beroperasi tanpa izin agar tidak menimbulkan preseden buruk dalam penegakan aturan tambang di wilayah tersebut.
(slm/forwaki)