Simalungun, Selektifnews.com — Aktivitas tangkahan pasir ilegal di bantaran Sungai Nagori Bakisat kembali memicu kegaduhan publik. Operasi pengerukan pasir yang diduga kuat milik Pangulu Nagori Bakisat itu disebut-sebut berjalan mulus tanpa hambatan, seolah tak tersentuh hukum meskipun diduga beroperasi tanpa izin resmi. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar terkait komitmen penegakan hukum di wilayah Kabupaten Simalungun.
Pantauan langsung awak media pada Rabu, 19 November 2025 sekitar pukul 13.32 WIB menunjukkan sedikitnya delapan unit mobil colt diesel terlihat mengantre panjang menunggu giliran pengisian pasir. Proses pengambilan pasir dilakukan dengan mesin penyedot berkapasitas besar yang bekerja tanpa henti. Aktivitas ini berlangsung terang-terangan di bantaran sungai, namun tanpa ada satu pun aparat terlihat melakukan pengawasan.
Saat dikonfirmasi, seorang pengawas lapangan berinisial SD mengaku dirinya hanya menjalankan tugas sebagai pengawas operasional. Ketika ditanya soal perizinan, ia langsung menegaskan bahwa urusan legalitas sepenuhnya berada pada pemilik. “Saya hanya pengawas di sini, soal izin tanya saja langsung ke pangulu,” ujarnya singkat. Pernyataan tersebut mempertegas dugaan bahwa lokasi tersebut tidak mengantongi izin resmi.
Upaya konfirmasi kepada Pangulu Nagori Bakisat dilakukan melalui Sekretaris Desa, Agung, oleh awak media tidak membuahkan hasil. Namun, pesan yang dikirim awak media hanya terbaca tanpa balasan. Ceklis biru tampak jelas, tetapi tidak ada satu pun respons yang diberikan terkait legalitas pengerukan pasir tersebut. Sikap bungkam ini justru makin memperkuat dugaan bahwa tangkahan tersebut berjalan tanpa izin dan tanpa pengawasan hukum.
Padahal, aturan hukum mengenai kegiatan penambangan sudah sangat jelas. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, Pasal 158 Ayat (1) jo Pasal 83 Ayat (1) huruf a menegaskan bahwa setiap aktivitas penambangan tanpa IUP atau IUPK adalah tindak pidana. Selain itu, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 98 Ayat (1) jo Pasal 41 huruf a, mengatur sanksi keras bagi kegiatan yang menimbulkan dampak lingkungan tanpa AMDAL atau UKL–UPL.
Ancaman pidananya bukan main-main. Pelaku penambangan ilegal dapat dikenakan hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda besar sesuai pasal yang dilanggar. Kegiatan pengerukan pasir di Nagori Bakisat jelas tergolong pada tindakan yang wajib memiliki izin lengkap karena berpotensi menyebabkan kerusakan ekosistem sungai, erosi, hingga mengancam keselamatan masyarakat sekitar.
Temuan lapangan ini pun menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat. Bagaimana mungkin sebuah kegiatan penambangan pasir berskala besar dilakukan secara terang-terangan tanpa dihentikan aparat? Publik semakin bertanya-tanya apakah ada pembiaran, atau bahkan dugaan keterlibatan oknum tertentu yang membuat usaha ilegal tersebut leluasa beroperasi.
Masyarakat semakin mendesak Pemerintah Kabupaten Simalungun, khususnya Bupati Dr. H. Anton Achmad Saragih, agar mengambil langkah tegas menutup tangkahan pasir tersebut. Melalui dinas terkait seperti DLH, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, serta aparat Kepolisian Polres Simalungun, publik berharap tindakan cepat dilakukan untuk menghentikan aktivitas ilegal yang berpotensi merusak lingkungan dan merugikan negara.
Apabila pemerintah dan aparat terus berdiam diri, dikhawatirkan kasus ini akan menjadi preseden buruk bahwa hukum bisa diabaikan tanpa konsekuensi. Sementara masyarakat sekitar hanya bisa menyaksikan kerusakan lingkungan berlangsung setiap hari. Publik menanti langkah tegas — bukan sekadar retorika — demi memastikan hukum tetap tegak di atas tanah Simalungun.










