OKI, SELEKTIFNEWS.COM — Penurunan standar harga objek lelang Lebak Lebung dan Sungai (L3S) yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) pada tahun ini tidak serta-merta menurunkan performa pendapatan daerah. Sebaliknya, kebijakan tersebut justru menjadi pemicu meningkatnya minat para pengemin sehingga pemasukan tetap stabil dan bahkan menunjukkan tren positif. Pada pelaksanaan tahap pertama yang digelar serentak di 15 kecamatan, pemerintah daerah berhasil mencatat pemasukan sebesar Rp 5,358 miliar dari total 207 objek yang laku terjual.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten OKI, Ubaidillah, menjelaskan bahwa penurunan standar harga objek lelang merupakan bentuk respons pemerintah terhadap keluhan para pengemin. Mereka menilai produktivitas perairan menurun dalam beberapa tahun terakhir akibat dampak perubahan iklim. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, pemerintah menurunkan standar harga rata-rata sekitar 10 persen dibandingkan tahun sebelumnya, tanpa mengurangi kualitas proses lelang dan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kebijakan dari Bapak Bupati ini merupakan bentuk penyesuaian atas usulan para pengemin. Standar harga diturunkan sekitar 10 persen, namun hasil yang diperoleh pada periode pertama ini tetap maksimal,” ujar Ubaidillah, Rabu (19/11). Ia menilai bahwa fleksibilitas harga menjadi faktor penting dalam menjaga keberlanjutan tradisi L3S sekaligus memberikan ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat.
Lebih jauh, Ubaidillah menegaskan bahwa L3S bukan sekadar kegiatan ekonomi, melainkan juga sarana menjaga kelestarian lingkungan. Para pengemin yang memenangkan lelang berkewajiban menjaga ekosistem perairan, termasuk mencegah kebakaran hutan dan lahan yang berpotensi mengancam kehidupan biota air. “L3S adalah model pemanfaatan perairan yang mengikat pelaku usaha untuk menjaga lingkungan,” tambahnya.
Pelaksanaan L3S tahun ini mencakup 11 kecamatan di OKI dengan distribusi objek yang bervariasi. Pampangan menjadi kecamatan dengan jumlah objek terbanyak, mencapai 62 titik. Sebaliknya, Lempuing dan Pedamaran Timur hanya memiliki satu objek masing-masing. Keragaman jumlah objek ini berpengaruh pada nilai ekonominya, sejalan dengan karakteristik geografis dan potensi perairan di masing-masing wilayah.
Dari total 329 objek yang dilelang pada tahap pertama, 207 objek berhasil terjual. Kecamatan Jejawi mencatat pendapatan tertinggi dengan nilai Rp 2,148 miliar, disusul Pampangan Rp 1,037 miliar, Lempuing Jaya Rp 850,5 juta, dan Pedamaran Rp 569,8 juta. Kecamatan lain seperti Kayuagung, Pangkalan Lampam, Tulung Selapan, dan Sungai Menang turut memberikan kontribusi meskipun jumlah objeknya lebih terbatas.
Adapun objek yang belum terjual pada tahap pertama akan kembali dibuka dalam lelang tingkat kabupaten yang dijadwalkan berlangsung pada 3 Desember 2025. Pemerintah optimis sesi kedua tersebut akan menarik lebih banyak partisipan, dengan mempertimbangkan stabilnya minat masyarakat pada tahap awal.
Pemerintah daerah menilai capaian tahun ini sebagai bukti bahwa penyesuaian harga mampu menciptakan kompetisi yang lebih sehat sekaligus membuka akses yang lebih merata bagi masyarakat. Kebijakan ini juga membuktikan bahwa optimalisasi pendapatan daerah tidak selalu bergantung pada tingginya standar harga, tetapi pada partisipasi aktif masyarakat dan tata kelola yang transparan.
L3S merupakan tradisi berbasis kearifan lokal yang hanya ditemukan di beberapa kabupaten di Sumatera Selatan seperti OKI, Ogan Ilir, PALI, dan Musi Banyuasin. Tradisi ini menjadi landasan pengelolaan sumber daya perairan secara legal dan berkelanjutan. “Tradisi ini menghidupi dua hal: ekosistem dan ekonomi,” ujar Ubaidillah. Pemerintah berharap praktik ini terus dipertahankan karena terbukti memberikan manfaat nyata bagi keseimbangan lingkungan maupun kesejahteraan masyarakat.










