-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

Nama Kajari Dicatut, Tomi Permana Tempuh Jalur Hukum atas Dugaan Pencemaran Nama Baik oleh Wartawan

Redaksi
Senin, 26 Mei 2025, Mei 26, 2025 WIB Last Updated 2025-05-26T16:34:47Z
Tomi Permana (tengah) didampingi Penasehat Hukumnya dari Kantor Advokat NAA-RA and Partners usai memenuhi undangan klarifikasi di Ditkrimsus Polda Kep Babel.


Pangkalpinang – Langkah tegas diambil Tomi Permana, warga Pangkalpinang, dengan melaporkan Ahmad Wahyudi alias Yuko, seorang wartawan dari media online PerkaraNews.com, ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Kepulauan Bangka Belitung. Didampingi penasihat hukumnya dari Kantor Advokat NAA-RA and Partners, Tomi memenuhi undangan klarifikasi atas laporan yang ia buat terkait unggahan Yuko di media sosial Facebook. Senin (26/5/2025).


Yuko diduga menuliskan pernyataan yang menuding Tomi “sering meminta jatah proyek di Pangkalpinang dengan menjual nama Pak Kejari,” yang dalam hal ini diduga merujuk kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalpinang. 


Tuduhan itu bukan hanya dianggap mencemarkan nama baik Tomi, tetapi juga menyeret institusi kejaksaan ke dalam isu yang belum terbukti kebenarannya.


Kepada jejaring media KBO Babel, Tomi menjelaskan bahwa dirinya telah dimintai keterangan oleh penyidik mulai pukul 13.00 WIB hingga 14.50 WIB. 


“Ada sekitar 16 pertanyaan dari penyidik yang saya jawab, termasuk apakah saya mengenal Ahmad Wahyudi, dan lain-lain,” ujar Tomi.


Tomi menegaskan bahwa unggahan Yuko berdampak serius terhadap nama baik dan relasi profesionalnya. 


“Saya merasa sangat dirugikan. Relasi bisnis saya mulai menjaga jarak, dan saya merasa risih ketika teman dan kolega menanyakan kebenaran isu itu. Jika Yuko memang memiliki bukti, silakan tunjukkan. Tapi jika tidak, dia harus siap menghadapi konsekuensi hukumnya. Jangan merasa kebal hukum hanya karena berstatus sebagai jurnalis,” tegas Tomi.


Dalam konteks hukum, perbuatan yang dituduhkan kepada Yuko dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU ITE, yang berbunyi:


“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”


Pelaku yang terbukti bersalah dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.


Selain itu, jika tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan dan terbukti sebagai fitnah, maka juga dapat dikenakan Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah.


Jurnalis memang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Namun, kebebasan pers tidak bersifat absolut. Dalam menjalankan fungsinya, wartawan wajib mematuhi Kode Etik Jurnalistik dan menghindari pemberitaan yang mengandung hoaks, fitnah, atau pencemaran nama baik di luar koridor jurnalistik profesional.


Kasus ini sekaligus menjadi pengingat bahwa media sosial bukan ruang bebas tanpa konsekuensi hukum. Baik jurnalis maupun warga biasa, tetap terikat dengan norma hukum dalam setiap unggahan publik yang dibuatnya.


Kini, penyidik Ditkrimsus Polda Babel masih melakukan pendalaman terhadap laporan Tomi Permana. Bila ditemukan cukup bukti, kasus ini akan berlanjut ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka. (M.Zen/KBO Babel)

Komentar

Tampilkan

Terkini

Entertainment

+

Opini

+