BANGKA, SELEKTIFNEWS.COM – Dinamika menjelang Pilkada Ulang Kabupaten Bangka 2025 kian memanas. Kali ini, bukan hanya persaingan antarkandidat yang mencuat ke publik, tapi juga gejolak internal di tubuh Partai Golkar sendiri. Kabar beredar bahwa Partai Golkar dan Partai Nasdem tengah berkoalisi mengusung duet Rato Rusdianto – Ramadian alias Jendol sebagai calon bupati dan wakil bupati, memicu gelombang kekecewaan dari kader murni Partai Golkar di daerah.
Sumber di internal Golkar menyebut, keputusan mengusung Ramadian — yang diketahui merupakan eks kader PDIP — sebagai calon wakil bupati dari Partai Golkar, dianggap mengabaikan kader-kader loyal yang selama ini telah bekerja keras membesarkan partai di Bangka.
“Ketum, banyak kader murni Golkar sudah mendaftar di penjaringan Pilkada Kabupaten Bangka. Tapi justru yang direkomendasikan adalah sosok yang kalah dari kotak kosong di Pilkada lalu. Ini menyakitkan,” ungkap seorang kader senior Golkar yang enggan disebutkan namanya.
Ramadian alias Jendol memang bukan sosok asing di kancah politik Bangka. Namun, rekam jejaknya sebagai calon yang kalah melawan kotak kosong masih menjadi luka kolektif bagi banyak pihak, termasuk di kalangan akar rumput Golkar sendiri. Ia juga dinilai tidak memiliki rekam kontribusi dan prestasi yang jelas dalam membesarkan Partai Golkar.
“Beliau baru pindah dari PDIP. Belum ada kontribusi yang berarti, tiba-tiba diusung untuk posisi strategis. Di mana penghargaan terhadap kader yang sudah berjuang puluhan tahun?” tegas sumber tersebut.
*DPD GOLKAR BABEL* Dianggap ‘Menjual Diri’ ke Nasdem?
Kekecewaan semakin dalam karena Partai Golkar dinilai rela berada di bawah bayang-bayang Partai Nasdem, meskipun dari hasil Pileg 2024 suara Golkar di Kabupaten Bangka lebih tinggi dibanding Nasdem. Situasi ini membuat banyak kader mempertanyakan arah strategi politik DPD Golkar Provinsi Babel yang terkesan menomorduakan posisi partai sendiri.
“Golkar memiliki suara lebih besar, harusnya kita bisa usung calon bupati sendiri, bukan malah ditempatkan sebagai cawabup. Ini sangat merugikan eksistensi dan harga diri partai,” tambahnya.
Pertanyaan besar pun mengemuka: apakah ini sekadar strategi pragmatis demi menang di Pilkada, ataukah ada kepentingan politik tersembunyi di balik pencalonan duet Jendol-Rato?
Beberapa kader menyuarakan harapan agar Ketua Umum DPP Golkar turun tangan langsung dan tidak serta-merta menyetujui B1-KWK untuk pasangan yang tidak mencerminkan aspirasi kader di daerah.
“Kami hanya minta keadilan dan penghargaan terhadap kader murni. Jangan jadikan partai ini kendaraan bagi penumpang gelap yang hanya muncul saat Pilkada,” ujar kader muda Golkar yang ikut dalam penjaringan.
Soliditas Kader Terancam, Golkar Bisa Kehilangan Suara Loyalis
Jika desakan ini tidak ditanggapi dengan bijak, besar kemungkinan perpecahan di internal Golkar akan semakin dalam. Loyalitas kader yang selama ini menjadi kekuatan akar rumput bisa runtuh. Bahkan bukan tidak mungkin, para kader yang kecewa akan mengambil sikap politik berbeda — termasuk menjadi lawan dalam Pilkada nanti.
Sejumlah tokoh senior Golkar Bangka pun sudah menyuarakan nada sinis atas keputusan DPD Golkar Provinsi yang terkesan mengabaikan loyalitas kader golkar murni selama ini. Mereka berharap DPP tidak sekadar melihat elektabilitas instan, tetapi juga memperhatikan konsistensi kaderisasi dan loyalitas yang selama ini dibangun dari bawah.
“Kami berharap Ketum mempertimbangkan suara kader dari bawah. Ini bukan sekadar soal menang atau kalah, tapi soal marwah partai,” ujar salah satu Ketua PK Golkar di Bangka.
Golkar di Persimpangan Jalan
Dengan waktu pendaftaran Pilkada yang kian mepet, keputusan DPP Golkar atas surat rekomendasi B1-KWK sangat krusial. Jika suara kader internal tak diindahkan, Golkar bukan hanya berisiko kehilangan kursi, tetapi juga kehilangan basis loyalis di akar rumput.
Apakah suara kader daerah akan didengar? Atau justru partai akan tergelincir dalam jebakan pragmatisme jangka pendek yang menghancurkan konsolidasi jangka panjang?
Semua kini berada di tangan DPP dan Ketua Umum. Waktu terus berjalan, dan suara dari bawah semakin keras menggema. (KBO Babel)