![]() |
Terpantau para penambang pasir timah sedang merakit PIP TI Tower di kolong Marbuk Kenari dan Pungguk pada Minggu (6/7/2025) |
Palembang, Selektifnews.com – Panglima Kodam II/Sriwijaya Mayor Jenderal TNI Ujang Darwis menunjukkan sikap tegas terhadap isu keterlibatan oknum prajurit TNI dalam aktivitas penambangan timah ilegal di kawasan Eks Kobatin, tepatnya Blok Kolong Merbuk, Kenari, dan Pungguk, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah. Senin (7/7/2025).
Isu ini mencuat setelah jaringan media KBO Babel memperoleh informasi dari warga setempat bahwa sejumlah anggota TNI diduga kuat terlihat menaiki speedboat jenis “lidah” dan menghampiri ponton isap produksi (PIP) yang mencuci pasir timah secara ilegal di tengah kolong.
Tak hanya itu, warga yang sekadar melimbang pasir dari sisa hasil produksi pun mengaku dipaksa menyerahkan hasilnya kepada oknum atau pihak yang mengaku sebagai “panitia” atau penjaga pos pengamanan di area tersebut.
Situasi makin keruh setelah mencuat kabar bahwa seseorang dari kubu bernama “RI” disebut-sebut meminta dukungan dari saudaranya yang berpangkat perwira menengah di Mabes TNI untuk membekingi operasi tambang ilegal tersebut.
Merespons hal ini, Pangdam Ujang Darwis menegaskan tidak akan segan mengambil langkah tegas terhadap siapa pun anggota yang terbukti terlibat dalam aktivitas melawan hukum ini.
“Kami serius dan akan telusuri informasi ini sampai tuntas. Kalau memang terbukti ada oknum TNI di balik tambang ilegal, pasti akan kami proses tegas sesuai aturan. Tidak ada toleransi,” tegas Mayjen TNI Ujang Darwis, Senin (7/7/2025).
Ia menambahkan bahwa praktik penambangan liar di lahan milik negara yang sah berada dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) PT Timah sangat merugikan semua pihak—baik negara, perusahaan, hingga masyarakat yang terdampak.
“Jangan main-main. Ini kawasan legal PT Timah. Penambangan liar jelas melanggar hukum dan mencoreng citra aparat di mata rakyat,” sambungnya.
Di lapangan, dua nama mencuat: Rekky, dikenal warga sebagai “Preman Kampung”, dan Iswadi yang dijuluki “Sultan Koba” karena disebut-sebut meraup keuntungan fantastis dari tambang ilegal. Keduanya dikabarkan menjadi koordinator tambang liar yang menguasai area seluas lebih dari 250 hektare.
Sementara itu, dari institusi kepolisian, belum ada respons resmi dari Kapolda Kepulauan Bangka Belitung Irjen Pol Hendro Pandowo. Konfirmasi via WhatsApp oleh tim wartawan dari Berita Merdeka Online (BMO) sudah dibaca namun belum ditanggapi hingga berita ini diturunkan.
Hal ini membuat publik semakin bertanya-tanya mengenai posisi Polri dalam penanganan tambang ilegal yang kian brutal di lapangan.
Kekecewaan warga pun memuncak. Salah satu warga Koba, berinisial HS, menyatakan bahwa laporan-laporan yang masuk ke Polsek dan Polres selama ini tak pernah membuahkan hasil berarti.
“Kami sudah sering melapor, tapi penindakan setengah hati. Patroli cuma formalitas, tambang tetap jalan, setoran tetap mengalir,” kata HS.
Ia menegaskan bahwa hanya aksi nyata dari Pangdam dan Kapolda di lapangan yang bisa menghentikan dominasi para cukong tambang ilegal.
“Kalau Pangdam dan Kapolda turun langsung, saya yakin tak ada yang berani lagi bekingi. Kami ingin Eks Kobatin kembali ditertibkan,” pungkasnya.
Selain persoalan hukum dan aparat, dampak lingkungan akibat penambangan ilegal juga mulai terasa. Air sungai menjadi keruh, lahan rusak, dan ekosistem terganggu. Tak sedikit warga yang mulai khawatir terhadap potensi bencana lingkungan di masa mendatang.
Praktik tambang ilegal bukan hanya soal kehilangan potensi royalti negara, tapi juga soal rusaknya tatanan hukum, ancaman terhadap keselamatan publik, dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Pernyataan tegas Pangdam Ujang Darwis kini menjadi harapan baru bagi warga yang sudah terlalu lama dikecewakan oleh penegakan hukum yang timpang. (Caul/KBO Babel)