-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

Hukum Kejaksaan Dinilai Tak Adil terhadap Pembeli BBM Pertalite di Tebingtinggi

Redaksi
Sabtu, 04 Oktober 2025, Oktober 04, 2025 WIB Last Updated 2025-10-04T07:48:14Z

 


Tebingtinggi, Selektifnews.com — Proses persidangan terhadap para pembeli bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite menggunakan jerigen di SPBU 14.202.154 Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Kotabayu, Kota Tebingtinggi, akhirnya berakhir dengan pembacaan vonis oleh majelis hakim. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tebingtinggi pada Jumat (03/10/2025), keempat terdakwa yakni Abu Bakar, Rizky Swanda, Sulaiman, dan Dani selaku operator SPBU sekaligus pemilik 26 barkode palsu, dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider tiga bulan kurungan. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut empat tahun penjara dengan denda serupa, subsider enam bulan kurungan.


Namun, keputusan hukum ini memunculkan gelombang kritik dan pertanyaan publik, terutama mengenai rasa keadilan bagi para pembeli BBM yang sejatinya hanyalah konsumen. Sejumlah pihak menilai, Kejaksaan Negeri Tebingtinggi tidak menunjukkan keadilan yang proporsional dalam memproses perkara ini. Menurut pengamat hukum, ada indikasi ketimpangan penerapan pasal serta lemahnya analisis fakta selama proses persidangan.


Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bosna Trimanta Perangin Angin, SH, yang mewakili Kejaksaan Negeri Tebingtinggi dalam sidang tersebut, dinilai tidak mendalami siapa pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam kasus tersebut. Padahal, dari hasil persidangan dan barang bukti yang disita, diketahui bahwa Dani selaku operator SPBU telah memalsukan 26 barkode BBM dengan menggunakan berbagai identitas kendaraan yang tidak sah untuk melakukan penjualan curang terhadap BBM bersubsidi.


Meski demikian, JPU hanya menjerat Dani dengan Pasal 55 Undang-Undang Migas Tahun 2001 dan Pasal 55 KUHP, tanpa memasukkan unsur pemalsuan surat, dokumen elektronik, maupun penipuan yang sebenarnya terpenuhi dalam perkara ini. Padahal, pemalsuan 26 barkode BBM merupakan bentuk kejahatan berencana yang tidak hanya melanggar regulasi migas, tetapi juga hukum pidana umum dan perlindungan data pribadi.


Seorang praktisi hukum, Edy Syahputra Siregar, SH, MH, yang turut hadir dalam persidangan, menilai bahwa JPU gagal menggali pasal yang tepat dalam menuntut para terdakwa. “Mengapa kepada Dani, JPU tidak menambahkan pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, Pasal 35 UU ITE tentang pemalsuan dokumen elektronik, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, serta Pasal 68 UU Perlindungan Data Pribadi? Semua unsur tersebut melekat pada tindakan Dani,” tegas Edy kepada wartawan usai persidangan.


Lebih jauh, Edy juga mempertanyakan mengapa Sri Puspita Dewi, selaku manajer SPBU tempat kejadian, tidak turut dimintai pertanggungjawaban hukum. Ia menilai, Dewi seharusnya mengetahui aktivitas operatornya yang menjual BBM menggunakan barkode palsu dan jerigen. “Ruang kerjanya bersebelahan langsung dengan monitor CCTV, jadi sangat kecil kemungkinan Dewi tidak mengetahui praktik itu. Apalagi pola tersebut tampak bukan baru terjadi sekali,” lanjut Edy.


Fenomena ini, kata Edy, menjadi bukti lemahnya kinerja aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan substantif. Ia juga menyoroti keputusan pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) yang memisahkan berkas perkara keempat terdakwa, sehingga mempersulit pembuktian keterkaitan antara pelaku utama dan para pembeli. “Hal ini menimbulkan kesan bahwa hukum hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas,” ujarnya.


Sementara itu, ketika dikonfirmasi oleh awak media, JPU Bosna Trimanta Perangin Angin, SH menyatakan bahwa keputusan tuntutan terhadap keempat terdakwa merupakan instruksi langsung dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut). Meski demikian, pernyataan tersebut belum meredakan kritik publik terhadap kinerja kejaksaan yang dinilai kurang memberikan rasa keadilan bagi para pembeli BBM yang sejatinya menjadi korban sistem curang di SPBU.


Kasus ini menjadi sorotan tajam masyarakat Tebingtinggi yang menilai bahwa proses hukum seharusnya menempatkan pelaku utama pada posisi yang benar-benar bertanggung jawab. Banyak pihak berharap agar Kejaksaan Tinggi Sumut dapat meninjau kembali perkara ini dan memastikan keadilan tidak hanya ditegakkan secara prosedural, tetapi juga secara moral dan sosial bagi masyarakat kecil yang menjadi korban.

Komentar

Tampilkan

Terkini

Entertainment

+

Opini

+