-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

Proyek Gedung Camat Siantar Barat Diduga Langgar Aturan K3 dan BPJS — KPKM RI Bongkar Kelalaian Kontraktor dan Dinas Pemukiman Pematangsiantar

Redaksi
Selasa, 14 Oktober 2025, Oktober 14, 2025 WIB Last Updated 2025-10-14T10:55:23Z


Pematangsiantar, Selektifnews.com — Dugaan pelanggaran serius kembali mencuat dalam proyek pembangunan/rehabilitasi berat Gedung Kantor Camat Siantar Barat yang bersumber dari APBD Kota Pematangsiantar Tahun Anggaran 2025, dengan nilai kontrak sebesar Rp 2.309.610.284,15. Proyek yang dimenangkan oleh CV Buana Perkasa melalui tender di bawah Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Pematangsiantar itu kini menjadi sorotan tajam publik setelah ditemukan indikasi pelanggaran regulasi keselamatan kerja (K3) dan jaminan sosial tenaga kerja (BPJS Ketenagakerjaan).


Pada Selasa (14/10/2025), tim investigasi dari Kongres Pemberantasan Korupsi Manipulatif Republik Indonesia (KPKM RI) yang dipimpin oleh Ricardo Nainggolan, SH, bersama sejumlah wartawan, turun langsung ke lokasi proyek. Hasil temuan mereka mencengangkan: para pekerja di lapangan tampak tidak mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) sebagaimana diatur dalam standar keselamatan kerja, serta tidak didaftarkan dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, lokasi proyek juga tidak dilengkapi gudang penyimpanan material dan alat kerja, yang berpotensi membahayakan keselamatan serta mengancam mutu hasil pekerjaan.


Ricardo Nainggolan menyebut kondisi tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap Permenaker Nomor 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri, di mana setiap pemberi kerja wajib menyediakan APD lengkap dan layak tanpa biaya kepada pekerja. “Ini proyek pemerintah, bukan proyek sembarangan. Tapi kenyataannya, pekerja dibiarkan tanpa helm, tanpa sepatu safety, bahkan tanpa asuransi. Ini jelas mengabaikan nyawa manusia demi efisiensi biaya,” tegas Ricardo dengan nada geram di lokasi proyek.


Tak hanya itu, KPKM RI juga menemukan bahwa pekerja proyek tidak terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, yang wajib disediakan bagi semua tenaga kerja sektor konstruksi. Hal tersebut jelas menyalahi Permenaker Nomor 44 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi pekerja jasa konstruksi. Ketentuan ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, yang mewajibkan setiap pemberi kerja mendaftarkan tenaga kerja tanpa terkecuali. Pelanggaran atas aturan tersebut dapat dikenakan sanksi administratif, pidana, hingga larangan mengikuti tender proyek pemerintah.



Beberapa pekerja yang berhasil ditemui di lapangan mengaku tidak mendapatkan perlindungan jaminan sosial dan tidak pernah menerima sosialisasi keselamatan kerja. “Kami tidak ada BPJS, APD pun tidak dikasih. Kalau minta, malah dibilang nanti gaji dipotong,” ungkap salah seorang pekerja yang meminta identitasnya dirahasiakan. Kesaksian ini memperkuat dugaan adanya praktik pengabaian sistematis terhadap hak-hak tenaga kerja di bawah kendali kontraktor pelaksana.


Ricardo Nainggolan menilai bahwa lemahnya fungsi pengawasan dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Pematangsiantar turut memperparah kondisi ini. “Pengguna anggaran tidak boleh menutup mata. Kalau mereka sudah bayar termin proyek padahal syarat keselamatan tidak terpenuhi, itu bisa dikategorikan penyalahgunaan kewenangan atau kelalaian jabatan yang berpotensi korupsi anggaran,” katanya.


KPKM RI menegaskan akan membawa temuan ini ke Inspektorat Daerah, Kejaksaan Negeri Pematangsiantar, dan Kementerian Ketenagakerjaan RI untuk dilakukan audit menyeluruh. Laporan resmi akan memuat dokumen kontrak, hasil peninjauan lapangan, keterangan saksi pekerja, serta bukti pelanggaran terhadap ketentuan K3 dan BPJS. Ricardo menambahkan, pihaknya juga akan mendorong agar pembayaran termin proyek dihentikan sementara sampai kontraktor memenuhi seluruh standar keselamatan dan jaminan sosial pekerja sebagaimana diatur dalam kontrak dan regulasi nasional.


“Jangan tunggu ada pekerja yang celaka baru pemerintah bereaksi. Negara tidak boleh membiarkan kontraktor seperti ini mempermainkan keselamatan rakyat hanya karena proyeknya bersumber dari APBD,” ujar Ricardo tegas. Ia juga menegaskan bahwa KPKM RI akan terus mengawal kasus ini sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi anggaran publik dan perlindungan terhadap tenaga kerja lokal.


Kasus proyek Gedung Camat Siantar Barat ini menjadi potret nyata bobroknya pengawasan proyek daerah dan lemahnya penerapan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lapangan. Jika dibiarkan, praktik seperti ini akan menjadi preseden buruk bagi proyek pemerintah lainnya. KPKM RI menyerukan agar Wali Kota Pematangsiantar turun tangan langsung memerintahkan audit teknis dan pemeriksaan terhadap seluruh pihak yang terlibat, termasuk pejabat penanggung jawab kegiatan dan pihak kontraktor.

Komentar

Tampilkan

Terkini

Entertainment

+

Opini

+