-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

Diduga Langgar SOP dan SPK, Aktivitas PIP PT Timah di Puri Ansel Tuai Sorotan

Redaksi
Kamis, 22 Mei 2025, Mei 22, 2025 WIB Last Updated 2025-05-22T01:59:06Z


Pangkalpinang, Selektifnews.com  -- Aktivitas tambang Ponton Isap Produksi (PIP) di perairan laut Puri Ansel, Bangka, kembali menuai kontroversi. Sejumlah penambang mengaku resah dan kecewa karena diduga PT Timah Tbk memberikan Surat Perintah Kerja (SPK) secara tebang pilih kepada mitra tertentu, sehingga menyebabkan jumlah ponton yang beroperasi melebihi kuota yang ditetapkan. Kamis (22/5/2025).


Ry, salah seorang penambang TI Tower yang telah sejak awal tahun menarik ponton ke wilayah tersebut, mengaku heran mengapa hingga kini pihaknya tidak juga mendapat SPK meskipun sudah menjalani proses verifikasi dan mengeluarkan biaya besar.


"Kami dari awal sudah masuk ke sini dengan harapan bisa kerja legal. Tapi anehnya, hanya CV tertentu seperti CV TIN yang dapat SPK, sementara kami tidak. Padahal sudah diverifikasi dan kami ikut semua prosedur," ungkap Ry saat ditemui awak media jejaring KBO Babel, Rabu (21/5/2025).


Ironisnya, lanjut Ry, ponton milik mereka justru ditertibkan oleh aparat penegak hukum (APH) pada Selasa (20/5/2025), meskipun telah melakukan koordinasi untuk sementara bekerja di luar IUP PT Timah. Sementara itu, puluhan ponton milik CV TIN yang disebut-sebut memiliki SPK justru dibiarkan beroperasi, bahkan memasuki titik kerja penambang ilegal lainnya.



"Ponton kami ditertibkan karena dianggap ilegal, padahal CV TIN bisa masuk dengan bebas. Bahkan informasi yang kami terima, jumlah SPK yang dimiliki hanya untuk 15 unit ponton, tapi kenyataannya ada 18 unit yang beroperasi. Ini jelas-jelas pelanggaran kuota," tambahnya.


Pelanggaran ini tidak hanya soal kuota, namun juga soal wilayah kerja. Berdasarkan informasi di lapangan, beberapa ponton PIP yang diduga milik CV TIN juga beroperasi di luar titik koordinat yang ditentukan dalam SPK dan di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Timah. Jika benar, hal ini telah melanggar ketentuan dalam Pasal 158 Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana.



Tak hanya itu, praktik pemberian SPK secara tidak merata dan mengabaikan hasil verifikasi yang telah dilakukan juga mencederai prinsip keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. 


Hal ini bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, di mana pejabat atau pihak yang memiliki kewenangan terbukti menyalahgunakan kekuasaannya untuk menguntungkan diri sendiri atau kelompok tertentu.


Kecurigaan akan praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) pun tak terelakkan. Apalagi, beredar kabar bahwa CV TIN memiliki hubungan khusus dengan pihak pengelola wisata Puri Ansel maupun PT Timah, sehingga aktivitas mereka cenderung difasilitasi, sementara penambang lainnya dibiarkan tidak berdaya.


Padahal sebelumnya, pihak Puri Ansel sendiri sempat menolak keras adanya aktivitas tambang di sekitar kawasan pantai karena dikhawatirkan akan merusak lingkungan wisata yang menjadi andalan Kabupaten Bangka. 



Kini, konsistensi penolakan itu pun dipertanyakan, mengingat sebagian ponton PIP justru bebas masuk dan beroperasi.


"Ini bukan hanya soal izin dan kuota, tapi soal keberpihakan. Kalau dibiarkan seperti ini, masyarakat kecil hanya jadi korban permainan elit tambang. Mereka yang modal besar dan punya koneksi leluasa masuk, kami yang kecil dikejar-kejar aparat," keluh Ry.


Masalah ini semestinya menjadi perhatian serius bagi instansi terkait, termasuk Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika memang ada indikasi KKN. 



Sebab, ketidaktegasan dan praktik pilih kasih dalam pengelolaan SPK akan memperbesar konflik horizontal dan memperburuk kondisi ekosistem laut.


Secara administratif, pelanggaran ini juga mencederai Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara. 


Pasal 43 ayat (2) mengatur bahwa jumlah unit alat produksi harus sesuai dengan persetujuan teknis dan SPK yang berlaku.


Melebihi kuota yang ditetapkan merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip pengelolaan pertambangan yang baik.


Sampai berita ini diturunkan, pihak PT Timah Tbk, khususnya Kepala Wilayah Operasional Bangka Utara, Benny Hutahean, belum berhasil dihubungi untuk memberikan klarifikasi.


Jejaring media KBO Babel akan terus memantau dan mendalami dugaan pelanggaran ini guna memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara adil, transparan, dan sesuai hukum yang berlaku. (KBO Babel)

Komentar

Tampilkan

Terkini

Entertainment

+

Opini

+