-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

Hari Pendidikan Nasional 2025 di SMP Negeri 2 Tapian Dolok Diwarnai Cek TKP Dugaan Penganiayaan Guru terhadap Murid, Kepala Sekolah Dinilai Tak Mampu Selesaikan Persoalan

Redaksi
Sabtu, 03 Mei 2025, Mei 03, 2025 WIB Last Updated 2025-05-03T00:22:52Z


SIMALUNGUN, SELEKTIFNEWS.COM — Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang berlangsung pada 2 Mei 2025 di SMP Negeri 2 Kecamatan Tapian Dolok, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, mendadak diwarnai ketegangan. Di tengah suasana upacara yang khidmat dan sarat nilai kebangsaan, hadir insiden yang mencoreng semangat pendidikan, yakni pemeriksaan tempat kejadian perkara (cek TKP) oleh pihak kepolisian terkait dugaan penganiayaan guru terhadap siswa.


Upacara Hardiknas yang seharusnya menjadi momentum merefleksikan semangat belajar dan mencerdaskan kehidupan bangsa, justru berubah menjadi sorotan publik. “Hardiknas bukan sekadar peringatan, melainkan momentum untuk merefleksikan kembali semangat belajar, mengabdi, dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” demikian pesan yang disampaikan pembina upacara. Meski acara berjalan lancar dan diikuti dengan antusias oleh para siswa, suasana haru tergantikan oleh kegelisahan usai upacara.


Cek TKP dilakukan menyusul laporan dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap seorang siswi yang dilakukan oleh oknum guru berinisial Hisar Pangaribuan. Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Simalungun dengan nomor: LP/B/167/IV/2025/SPKT/POLRES SIMALUNGUN POLDA SUMATERA UTARA pada 26 April 2025 pukul 14.49 WIB. Orang tua korban, R. Harahap, membenarkan bahwa laporan itu benar dilayangkan karena merasa tindakan sang guru sudah melampaui batas kewajaran.


"Iya, saya laporkan guru yang memukul anak saya. Saya sudah menunggu itikad baik, tapi malah dianggap sepele. Anak saya perempuan, masih kecil, dan saya sebagai orang tuanya saja tak pernah memukul. Ini guru laki-laki, sungguh tak pantas," ujar R. Harahap penuh kesedihan saat ditemui wartawan. Ia menambahkan bahwa tindakan itu tidak memiliki maksud edukatif dan cenderung spontan tanpa kontrol emosi.




Lebih lanjut, R. Harahap juga menyampaikan rasa terhina atas sikap dan ucapan sang guru yang menyebut kasus ini bisa diselesaikan dengan "uang damai". “Guru itu bilang ke Kepling, cukup dikasi upah-upah 500 ribu. Terus ditawari lagi berapa uang damainya. Saya merasa jengkel dan benar-benar terhina,” tuturnya. Ucapan itu justru memperkeruh suasana dan memicu kemarahan keluarga korban yang menganggap masalah ini tidak pantas diselesaikan dengan cara informal.


Kekecewaan keluarga korban semakin memuncak saat pelaksanaan cek TKP. Menurut R. Harahap, dirinya dan sang anak tidak diizinkan menyaksikan langsung proses tersebut oleh kepala sekolah. Ia menilai tindakan kepala sekolah tersebut sebagai upaya menutupi kasus dan tidak transparan. “Saya diundang Kapolpos J. Napitupulu untuk menyaksikan cek TKP, tapi kepala sekolah melarang. Saya tidak tahu maksudnya, tapi rasanya seperti ada yang ingin disembunyikan,” ungkapnya.


Ketidaktegasan kepala sekolah dalam menangani kasus ini juga menjadi sorotan. Warga sekitar dan para orang tua siswa menilai pihak sekolah tidak menunjukkan sikap tegas dan bijak dalam menyelesaikan persoalan yang menyangkut perlindungan anak. Kepala sekolah dinilai gagal menjadi mediator yang adil antara korban dan pelaku, serta terkesan tidak mengedepankan prinsip keadilan dan transparansi.


Sebagai penutup, R. Harahap berharap agar guru yang bersangkutan bertanggung jawab secara hukum atas perbuatannya dan kepala sekolah dapat lebih bijak dalam menyikapi kasus semacam ini. “Saya harap guru yang memukul anak saya diproses sesuai hukum. Ini bukan hanya soal anak saya, tapi pelajaran untuk semua guru agar tidak sewenang-wenang. Hormati anak didik dan orang tua mereka,” pungkasnya dengan mata berkaca-kaca.

Komentar

Tampilkan

Terkini