-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

Hutan Lindung Kembali Dirusak, Warga Pal 6 Ancam Demo Besar jika CV RMS Tak Dihentikan

Redaksi
Rabu, 21 Mei 2025, Mei 21, 2025 WIB Last Updated 2025-05-21T11:08:20Z


MENTOK, SELEKTIFNEWS.COM – Aktivitas pertambangan timah dengan menggunakan Ponton Isap Produksi (PIP) yang berada di bawah naungan CV Raqia Mandiri Sejahtera (RMS) di wilayah Pal 6, Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, diduga kuat melanggar aturan. Rabu (21/5/2025). 


Meski CV RMS memiliki Surat Perintah Kerja (SPK) sebagai mitra PT Timah, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa aktivitas penambangan telah keluar dari titik koordinat yang ditetapkan dan justru merambah kawasan hutan lindung.


Temuan ini terungkap berdasarkan investigasi Beradoknews.Com jejaring media KBO Babel yang mendapati puluhan PIP beroperasi di area hutan lindung Pal 6. 


Kegiatan penambangan di wilayah yang seharusnya dilindungi ini tak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menimbulkan keresahan masyarakat setempat yang merasa wilayah mereka sedang “diobrak-abrik”.



Menurut keterangan warga berinisial M (40), meski para pekerja tambang memiliki SPK, namun lokasi operasional mereka berada di luar batas koordinat yang sah. 


"Kalau ilegal sih enggak, mereka ada SPK, tetapi mereka kerja di wilayah hutan lindung, di bawah CV RMS. Jumlah unit yang kerja puluhan," katanya, Selasa (20/5/2025).


Diduga Gunakan SPK sebagai Tameng

Fakta bahwa mereka tetap beroperasi di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sah menimbulkan dugaan bahwa SPK hanya dijadikan tameng untuk membenarkan aktivitas ilegal di lapangan. 


Perlu ditegaskan bahwa SPK dari PT Timah bukanlah izin eksplorasi maupun eksploitasi pertambangan. SPK bersifat administratif dan hanya berlaku pada titik koordinat yang telah disetujui serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.


Kegiatan CV RMS yang masuk ke wilayah hutan lindung jelas melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, terutama Pasal 50 ayat (3) huruf g, yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan penambangan di kawasan hutan tanpa izin Menteri. 


Ancaman sanksinya pun tegas: sesuai Pasal 78 ayat (6), pelaku bisa dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.


Tak hanya itu, pelanggaran ini juga terkait dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), khususnya Pasal 158, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.



Warga Ancam Lakukan Aksi Besar

Resistensi warga pun mulai menguat. Salah satu tokoh masyarakat Pal 6, Jamedin (45), menyatakan ketidaksepakatan warga terhadap penambangan di wilayah mereka. 


“Kalau ada masyarakat Pal 6 yang terlibat mendukung atau mau kerja disitu, akan langsung diamankan. Tidak mungkin masyarakat sini berani kerja, kecuali ada oknum dari CV yang memaksa,” tegasnya.


Jamedin juga mengungkapkan bahwa warga telah beberapa kali menyampaikan penolakan, termasuk dengan melakukan aksi unjuk rasa. 


Namun, jika CV RMS masih tetap beroperasi, warga berencana menggelar aksi demonstrasi ke Polres Bangka Barat dan Kantor Bupati.


Lemahnya Pengawasan dan Penegakan Hukum

Fenomena semacam ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari institusi terkait, baik Dinas Kehutanan, Dinas ESDM, maupun aparat penegak hukum. 


Padahal, keberadaan tambang ilegal di hutan lindung jelas merusak ekosistem, menimbulkan potensi bencana, serta mencoreng nama perusahaan induk seperti PT Timah yang tengah membangun reputasi berbasis ESG (Environmental, Social, and Governance).


Hingga berita ini diturunkan, redaksi KBO Babel masih berupaya mengonfirmasi pihak CV RMS, PT Timah, dan institusi terkait, termasuk Kapolres Bangka Barat, AKBP Pradana Aditya, yang wilayah hukumnya mencakup lokasi tambang di Pal 6.


Aktivitas CV RMS bukan hanya mencoreng hukum, tetapi juga menciptakan potensi konflik horizontal dan menciptakan preseden buruk bagi tata kelola pertambangan di Bangka Belitung. 


Diperlukan tindakan tegas dari aparat kepolisian, Dinas Kehutanan, serta pemerintah daerah untuk segera menyegel kegiatan tersebut, mengusut izin kerja CV RMS, dan memproses hukum pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran.


Jika tidak, akan muncul pertanyaan publik: benarkah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas? (Jon Kenedi/KBO Babel)

Komentar

Tampilkan

Terkini

Entertainment

+

Opini

+