![]() |
25 PIP Tambang Ilegal di DAS Selindung: Produksi Jalan Terus, Hukum Mandek |
Bangka Barat, Selektifnews.com – Aktivitas tambang inkonvensional (PIP) jenis TI Rajuk di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Selindung Bendul dan hutan bakau Kabupaten Bangka Barat kini menjadi ancaman nyata terhadap lingkungan dan supremasi hukum. Diduga kuat, puluhan unit PIP yang beroperasi di bawah koordinasi CV Raqia Mandiri Sejahtera (RMS) tersebut bekerja atas dasar Surat Perintah Kerja (SPK) yang diterbitkan oleh PT Timah Tbk, meski lokasinya secara tegas masuk dalam kawasan hutan lindung.
Pantauan di lapangan mengungkap fakta mencengangkan: sedikitnya 25 unit PIP terpantau aktif melakukan penambangan di wilayah sensitif DAS Selindung. Jumlah ini jauh melebihi kuota SPK yang dikabarkan hanya memperbolehkan maksimal 10 unit. Lebih parah lagi, kegiatan tambang ini berlangsung di kawasan **hutan mangrove dan zona lindung, yang notabene dilarang keras oleh undang-undang untuk dijadikan lahan eksploitasi.
Pelanggaran Hukum yang Terang Benderang
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penambangan dalam kawasan hutan tanpa izin. Dalam Pasal 50 ayat (3) huruf g, jelas tertulis bahwa setiap orang dilarang melakukan penambangan tanpa izin di kawasan hutan.
Selain itu, penambangan di aliran sungai yang menyebabkan kerusakan ekosistem DAS juga melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 69 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Sanksi pidana bagi pelanggaran ini pun tidak ringan. Pelaku yang terbukti melakukan kegiatan penambangan tanpa izin di kawasan lindung dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 89 UU No. 32/2009.
Sayangnya, hingga saat ini tidak tampak adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum (APH) setempat. Aktivitas terus berlangsung di depan mata, seolah tak tersentuh oleh hukum. Masyarakat pun mulai bertanya-tanya, ada apa di balik pembiaran ini?
Dampak Nyata: Lingkungan Rusak, Warga Terancam
Akibat penambangan yang tak terkendali itu, aliran sungai di DAS Selindung kini nyaris tertutup oleh limbah tambang. Lumpur dan material buangan dari aktivitas PIP menyebabkan penyempitan sungai, memicu rawan banjir dan memperparah kerusakan ekosistem bakau.
Hutan mangrove yang seharusnya menjadi benteng alami pesisir dan rumah bagi berbagai biota kini terancam punah. Padahal, hutan mangrove memegang peran vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan darat serta menjadi sumber penghidupan bagi nelayan setempat.
Sejumlah warga mengaku mulai merasakan dampak dari aktivitas tambang tersebut. Air sungai menjadi keruh, biota air menurun drastis, dan lahan di sekitar sungai mulai tidak bisa digunakan untuk pertanian.
PT Timah Terkesan Abai
Yang menjadi sorotan tajam, PT Timah selaku pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) terkesan membiarkan aktivitas merusak ini terus berjalan. Diduga, perusahaan pelat merah itu lebih mementingkan target produksi ketimbang keberlanjutan lingkungan dan kepatuhan terhadap hukum.
Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada klarifikasi resmi dari PT Timah mengenai penerbitan SPK kepada CV Raqia Mandiri Sejahtera yang melakukan kegiatan di wilayah konservasi tersebut.
Aktivis lingkungan mendesak agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kejaksaan, dan Kepolisian segera turun tangan menindak tegas pihak-pihak yang melanggar hukum.
"Jangan tunggu bencana datang baru bertindak. Penambangan di hutan lindung dan DAS ini sudah terang benderang melanggar UU. Jika hukum tidak ditegakkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan di Indonesia," ujar salah satu aktivis lingkungan di Bangka Barat. (KBO Babel)