-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

Telat Bayar SPP Siswa Dilarang Ujian, DPP KOMPI B: Sekolah Terancam Jerat Pidana Kekerasan Psikis Anak

Redaksi
Kamis, 05 Juni 2025, Juni 05, 2025 WIB Last Updated 2025-06-05T02:58:46Z
Foto ilustrasi 


Pematangsiantar, Selektifnews.com – Dunia pendidikan kembali tercoreng dengan masih banyaknya tindakan semena-mena oleh pihak sekolah yang melarang siswa mengikuti ujian hanya karena belum melunasi Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP). Peristiwa ini terjadi di salah satu sekolah di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, yang langsung menuai kecaman dari para orang tua dan aktivis perlindungan anak. Tindakan ini dinilai tidak hanya mencederai prinsip keadilan pendidikan, tetapi juga berpotensi melanggar hukum pidana.


Menurut pengakuan sejumlah wali murid, siswa yang belum melunasi SPP dipanggil ke ruang guru dan diberitahu bahwa mereka tidak diizinkan mengikuti ujian tengah semester. Beberapa anak bahkan mengaku dipermalukan di depan teman-teman sekelasnya. “Anak saya pulang menangis karena merasa dipermalukan. Ini jelas menyakiti mental anak,” ujar seorang orang tua yang tidak ingin disebutkan namanya.


Tindakan semacam ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam pasal 76C ditegaskan bahwa setiap bentuk kekerasan psikis terhadap anak, termasuk mempermalukan atau menyingkirkan anak dari hak pendidikannya, dapat dikenakan sanksi pidana. Bahkan, Pasal 77B dari undang-undang yang sama menyebutkan ancaman hukuman penjara hingga lima tahun dan/atau denda maksimal Rp100 juta bagi pelaku kekerasan terhadap anak.


Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 12 menyatakan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan tanpa diskriminasi. Melarang siswa ikut ujian hanya karena belum membayar SPP tidak hanya melanggar hukum, tapi juga prinsip moral sebagai pendidik. Sekolah seharusnya menjadi ruang aman, bukan alat tekanan ekonomi kepada anak.


Ketua Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B) Henderson Silalahi, menyatakan bahwa sekolah tidak memiliki dasar hukum untuk menghukum siswa atas masalah administratif orang tuanya. "Jika sekolah merasa dirugikan secara finansial, silakan tagih ke orang tua. Jangan korbankan mental anak. Ini sudah masuk ranah kekerasan psikis, dan bisa dipidanakan," tegasnya.


Pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga diminta turun tangan menyelidiki kasus ini. Jika terbukti, guru atau kepala sekolah yang memberikan perintah untuk melarang siswa ikut ujian dapat diproses secara hukum. Selain itu, Dinas Pendidikan Kota Pematangsiantar harus melakukan evaluasi terhadap kebijakan sekolah dan memberikan sanksi administratif bila ditemukan pelanggaran.


Masyarakat dan para wali murid diimbau untuk tidak diam atas perlakuan yang menyakiti anak-anak secara psikologis. Laporan resmi dapat disampaikan ke kepolisian, KPAI, dan Ombudsman RI. "Kami akan mengambil langkah hukum jika anak kami terus dijadikan korban tekanan ekonomi," tegas seorang perwakilan wali murid dengan nada geram.


Keadilan pendidikan adalah hak setiap anak bangsa, tanpa terkecuali. Bila sekolah mulai menyalahgunakan wewenang untuk menghukum anak akibat ketidakmampuan ekonomi orang tuanya, maka saatnya aparat penegak hukum turun tangan. Dunia pendidikan tak boleh dikotori oleh arogansi dan kekerasan terselubung dari mereka yang seharusnya menjadi teladan.

Komentar

Tampilkan

Terkini