Bangka, Selektifnews.com – Publik Bangka Belitung kembali diguncang kabar mencengangkan terkait praktik tambang timah ilegal di wilayah Muara Jelitik, Sungailiat, Kabupaten Bangka. Selasa (23/9/2025).
Tiga orang warga terkemuka diamankan oleh Tim Bakamla Babel pada Sabtu malam (13/9/2025). Mereka adalah Surya Dharma alias Kuncoi, seorang pengusaha tambak udang, Lukman selaku Ketua HNSI Kabupaten Bangka, serta Cepot, kolektor timah asal lingkungan Rambak Sliat.
Namun, alih-alih kasus ini diproses hukum secara tegas, justru berakhir dengan “damai” dalam waktu singkat. Tiga orang yang diamankan hanya ditahan selama satu kali 24 jam, sebelum akhirnya dilepas pada Minggu siang (14/9/2025).
Informasi yang dihimpun jejaring media KBO Babel menyebutkan, pelepasan ini dilakukan setelah tercapai mufakat dengan pihak Bakamla Babel melalui kesepakatan uang damai sebesar Rp 100 juta.
Jejak Lobi dan Nama Staf Gubernur
Uang damai tersebut kabarnya tidak lepas dari campur tangan seorang oknum bernama Jauhari, yang diketahui merupakan staf khusus Gubernur Babel.
Sumber internal menyebutkan, Jauhari menjadi mediator sekaligus “lobi” utama dalam proses pelepasan tiga oknum warga itu.
Namun kisah damai ini ternyata menyisakan bara. Pasalnya, uang damai yang disebutkan sebesar Rp 100 juta — yang notabene modal dari Cepot — ternyata tidak sepenuhnya diserahkan.
Informasi beredar, Jauhari hanya membayarkan Rp 60 juta kepada pihak Bakamla, sementara sisanya Rp 40 juta diduga “menghilang”.
Akibatnya, kini Cepot dikabarkan merasa geram dan menuntut agar sisa uang tersebut dikembalikan oleh Jauhari.
Perseteruan internal ini memperlihatkan betapa rapuhnya praktik damai-damai ilegal yang justru menciptakan konflik baru di antara pelaku.
Barang Bukti Timah dan Misteri Satgas Nanggala
Selain menangkap tiga oknum warga, tim Bakamla Babel sempat mengamankan barang bukti berupa 5 kampil atau sekitar 203 kilogram pasir timah.
BB tersebut diangkut menggunakan mobil dengan nomor polisi BN 1663 QD atas nama Cepot.
Namun, yang menimbulkan tanda tanya besar adalah status barang bukti itu. Pasir timah yang dititipkan di Pospam Timah 112 Jelitik justru diberi label “titipan Satgas Nanggala.”
Warga mempertanyakan, mengapa barang bukti hasil penangkapan Bakamla justru dikaitkan dengan Satgas Nanggala.
Ada dugaan kuat bahwa mekanisme penyitaan barang bukti tidak berjalan sesuai prosedur hukum.
Konfirmasi yang Buntu
Sejauh ini, upaya konfirmasi kepada pihak terkait belum membuahkan hasil. Kepala Bakamla Babel, Letkol Yuli Eko, tidak merespons pertanyaan yang dilayangkan jejaring media KBO Babel.
Demikian pula dengan Jauhari, staf khusus Gubernur Babel yang disebut-sebut terlibat dalam lobi damai Rp 100 juta tersebut.
Di sisi lain, Surya Dharma alias Kuncoi dan Lukman, Ketua HNSI Kabupaten Bangka, juga belum berhasil dimintai keterangan resmi.
Sikap diam ini justru memperkuat dugaan publik bahwa ada hal-hal yang sengaja ditutupi.
Skandal yang Mengguncang Publik
Kasus ini membuka borok lama soal praktik tambang timah ilegal di Bangka Belitung yang seakan sulit disentuh hukum.
Fakta bahwa penangkapan oleh aparat justru berujung “damai” dengan uang, menegaskan adanya celah kompromi yang melemahkan upaya pemberantasan tambang ilegal.
Skandal ini semakin pelik karena menyeret nama pejabat pemerintahan daerah, memperlihatkan bagaimana jejaring lobi dan kepentingan dapat membelokkan proses hukum.
Uang damai yang seharusnya menjadi “jalan keluar” justru berubah menjadi sumber konflik internal di kalangan pelaku.
Publik kini menunggu sikap resmi dari Bakamla Babel, Gubernur Babel, serta aparat penegak hukum lainnya. Apakah kasus ini akan dibuka terang-benderang, atau justru menguap begitu saja seperti kasus-kasus serupa sebelumnya?
Yang jelas, drama Rp 100 juta uang damai, barang bukti timah yang misterius, serta peran seorang staf gubernur telah memperlihatkan sisi gelap tata kelola sumber daya alam di Babel. (KBO Babel)