-->

Iklan

Menu Bawah

Iklan

Halaman

Puluhan Debt Collector ACC Finance Rantauprapat Mengeroyok Insan Pers, Kasus Dilaporkan ke Polisi

Redaksi
Sabtu, 20 September 2025, September 20, 2025 WIB Last Updated 2025-09-20T06:07:40Z
Andi Putra Jaya Zandroto dari Mitramabesnews.id dan Ahmad Idris Rambe dari Radarkriminaltv.com membuat laporan di Polres Labuhanbatu 


Labuhanbatu, Selektifnews.com – Aksi arogan dan brutal kembali dipertontonkan oleh sejumlah oknum debt collector atau yang biasa disebut Mata Elang. Kali ini, puluhan penagih utang dari perusahaan pembiayaan ACC Finance Rantauprapat diduga melakukan pengeroyokan terhadap dua insan pers di depan kantor Astra Credit Companies, Jalan Sisingamangaraja, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, pada Jumat (19/9/2025). Peristiwa itu terekam dalam sebuah video dan viral di media sosial.


Insiden bermula ketika wartawan berupaya menghentikan aksi penyitaan kendaraan yang diduga dilakukan tanpa prosedur hukum yang jelas. Namun, bukannya menghentikan tindakan tersebut, para debt collector justru melakukan tindak kekerasan secara bersama-sama. Dua jurnalis, yakni Andi Putra Jaya Zandroto dari Mitramabesnews.id dan Ahmad Idris Rambe dari Radarkriminaltv.com, menjadi korban pengeroyokan dalam peristiwa itu.


Aksi main hakim sendiri tersebut memicu kecaman luas dari masyarakat, khususnya kalangan pers. Pasalnya, penyitaan kendaraan tidak bisa dilakukan sepihak. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019, eksekusi jaminan fidusia wajib melalui mekanisme pengadilan apabila debitur menolak menyerahkan barang. Artinya, perusahaan pembiayaan maupun debt collector tidak berhak melakukan penarikan paksa di lapangan.


Seorang pemerhati hukum di Labuhanbatu menegaskan bahwa tindakan para debt collector ACC Finance tersebut jelas melanggar aturan. “Debt collector tidak punya wewenang untuk melakukan kekerasan atau main hakim sendiri. Jika ada kredit macet, penyelesaiannya harus melalui jalur hukum, bukan premanisme,” tegasnya.



Selepas kejadian, kedua korban segera menghubungi layanan darurat 110 untuk meminta pertolongan. Mereka kemudian dibawa ke kantor kepolisian guna membuat laporan resmi. Polres Labuhanbatu telah menerima pengaduan dengan nomor laporan LP/B/1137/IX/2025/SPKT/POLRES LABUHANBATU/POLDA SUMATERA UTARA, dan menyatakan kasus ini dalam penanganan.


Kasus pengeroyokan ini juga membuka pertanyaan besar mengenai peran dan tanggung jawab perusahaan pembiayaan. Banyak pihak menilai, praktik penagihan dengan cara kekerasan yang dilakukan debt collector adalah bentuk pembiaran oleh perusahaan leasing. Karena itu, aparat penegak hukum diminta tidak hanya menindak pelaku lapangan, tetapi juga menelusuri dugaan keterlibatan perusahaan yang mempekerjakan mereka.


Selain pelanggaran terhadap aturan fidusia, tindakan kekerasan terhadap wartawan juga melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyatakan bahwa siapa pun yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat diancam hukuman penjara maksimal dua tahun atau denda hingga Rp 500 juta. Selain itu, Pasal 170 KUHP mengenai pengeroyokan mengancam pelaku dengan pidana penjara hingga lima tahun enam bulan.


Kordinator Daerah DPD KWRI Sumut, Kemas Edi Junaedi, mengecam keras tindakan brutal para debt collector. Ia mendesak Polda Sumut segera mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi tegas terhadap para pelaku maupun pihak yang bertanggung jawab. “Ini bukan sekadar persoalan penagihan utang, tetapi sudah masuk ranah kriminal yang merendahkan profesi wartawan dan merusak rasa keadilan masyarakat,” pungkasnya.

Komentar

Tampilkan

Terkini

Entertainment

+

Opini

+