Tebingtinggi, Selektifnews.com --- Situasi memprihatinkan diduga terjadi di SPBU 14.202.154 Kota Bayu, Tebingtinggi, ketika sejumlah karyawan mengaku menerima upah jauh di bawah standar kelayakan yang telah diatur pemerintah. Di tengah berbagai kebijakan negara yang menegaskan perlindungan pekerja, temuan investigasi lapangan justru memperlihatkan dugaan kuat adanya praktik penggajian yang tidak sesuai regulasi.
Investigasi awak media mengarah kepada pemilik SPBU, Sofian, yang mengakuisisi SPBU tersebut dan mengelolanya sejak beberapa waktu terakhir. Lokasi SPBU yang beralamat di Jln. Jend. Gatot Subroto, Kelurahan Pabatu, Kota Bayu, menjadi perbincangan hangat setelah laporan dari para mantan karyawan mencuat pada Minggu (23/11/2025).
Menurut keterangan beberapa narasumber, upah operator SPBU—di luar jabatan manajer atau pengawas—diduga hanya sebesar Rp 25.000 per hari untuk 8 jam kerja. Selain itu, fasilitas BPJS Ketenagakerjaan disebut hanya diberikan kepada sebagian kecil karyawan. Bila benar, kondisi tersebut tentu sangat jauh dari ketentuan upah minimum yang berlaku di Kota Tebingtinggi.
Temuan ini dianggap sebagai bentuk kelalaian pengawasan oleh Dinas Ketenagakerjaan Tebingtinggi dan juga Pertamina Regional 1 Sumbagut, karena dugaan pelanggaran semacam ini seharusnya dapat terdeteksi dalam pengawasan berkala. Para pekerja menyebut kondisi upah yang sangat rendah inilah yang mendorong mereka mencari tambahan lewat cara yang sebenarnya dilarang oleh Pertamina.
Beberapa mantan operator yang ditemui mengaku terpaksa melakukan penjualan BBM menggunakan drigen untuk pedagang eceran demi menambah penghasilan. Mereka mengklaim mendapat tambahan Rp 5.000 per drigen dari pedagang, meski mengetahui aturan bahwa praktik tersebut dilarang keras. “Mau bagaimana lagi pak, gaji kami tidak cukup untuk kebutuhan hidup,” ujar seorang mantan operator yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Menurut pengakuan para narasumber, aktivitas jual beli BBM via drigen ini telah berlangsung lama. Mereka juga menyebut bahwa baik manajer maupun pemilik SPBU diduga mengetahui aktivitas tersebut karena seluruh operasional dipantau melalui CCTV yang rekamannya selalu ditinjau secara berkala. Meski demikian, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pihak pengelola SPBU untuk menanggapi dugaan tersebut.
Secara hukum, apabila dugaan penggajian di bawah standar ini terbukti benar, pemilik usaha dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 185 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang telah diubah dalam UU Cipta Kerja. Ancaman pidana mulai dari 1–4 tahun penjara serta denda Rp 100 juta hingga Rp 400 juta dapat dikenakan kepada pengusaha yang membayar pekerja di bawah Upah Minimum. Sementara itu, dugaan pembiaran praktik penjualan BBM ilegal juga dapat dijerat melalui Pasal 55 KUHP terkait turut serta, dan Pasal 55 UU Migas No. 22 Tahun 2001 tentang penyalahgunaan BBM subsidi.
Dengan munculnya laporan dan kesaksian para mantan karyawan ini, publik menunggu langkah tegas dari Pertamina Regional 1 Sumbagut terhadap pengelola SPBU 14.202.154. Penindakan diperlukan untuk mencegah dugaan penyimpangan terus berulang, seperti kasus operator lain bernama Dani yang sebelumnya divonis 3 tahun penjara karena penyalahgunaan barcode BBM.











