Serdang Bedagai, Selektifnews.com — Manajemen PTPN IV Regional 1 Kebun Gunung Pamela kembali menjadi sorotan publik setelah diduga tidak membayarkan gaji salah satu karyawannya, Pardomuan Zebfri Panjaitan, yang bekerja sebagai petugas keamanan (security). Kasus ini mencuat di tengah proses perselisihan terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang saat ini masih bergulir di Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Serdang Bedagai. Kejadian ini terungkap pada Rabu (26/11/2025) dan langsung memantik perhatian berbagai pihak.
Menurut pengakuan Zebfri, para karyawan Kebun Gunung Pamela pada umumnya menerima gaji rutin setiap tanggal 25 setiap bulannya. Namun, hingga tanggal 26 November 2025, ia mengaku belum menerima haknya sama sekali. Hal ini disampaikannya ketika bertemu sejumlah awak media dan LSM yang menyoroti kasus tersebut. “Sampai hari ini gaji saya tidak dibayarkan lagi. Padahal karyawan selalu menerima gaji pada tanggal 25 setiap bulannya,” ujar Zebfri.
Tindakan manajemen PTPN IV Regional 1 Kebun Gunung Pamela tersebut mendapat respons keras dari Ketua DPD LSM BIN Provinsi Sumatera Utara, Abdi Muharram Rambe. Ia menyatakan bahwa kebijakan menahan gaji pekerja adalah bentuk pelanggaran serius terhadap kewajiban dasar perusahaan, terlebih PTPN IV merupakan perusahaan BUMN yang seharusnya memberi contoh dalam perlindungan hak-hak tenaga kerja. “Ketidakpatuhan perusahaan BUMN Perkebunan untuk membayar gaji karyawannya dapat mengarah pada tindak pidana meskipun perselisihan hubungan industrial masih berproses di Disnaker,” tegas Abdi M. Rambe.
Abdi menjelaskan bahwa proses mediasi tripartit di Disnaker bertujuan untuk mencari titik temu antara pekerja, perusahaan, dan mediator pemerintah. Namun proses tersebut tidak serta-merta menghapus kewajiban perusahaan untuk tetap membayarkan upah karyawan. “Upah adalah hak mendasar pekerja yang dijamin undang-undang. Jika perusahaan menahan gaji tanpa alasan yang sah, itu sudah merupakan pelanggaran hukum dengan konsekuensi serius,” lanjutnya.
Lebih jauh, Abdi menguraikan potensi sanksi yang dapat dikenakan kepada perusahaan sesuai ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah disesuaikan dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Perusahaan yang terbukti menahan atau tidak membayarkan gaji dapat dikenai sanksi administratif mulai dari teguran hingga pembatasan izin usaha, sanksi denda akibat keterlambatan pembayaran, hingga sanksi pidana berupa penjara minimal satu tahun dan maksimal empat tahun serta denda mencapai ratusan juta rupiah.
Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk mendampingi Zebfri membawa kasus ini ke ranah hukum apabila manajemen PTPN IV tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Menurutnya, langkah hukum dapat ditempuh apabila hak-hak mendasar pekerja secara nyata telah diabaikan oleh perusahaan.
Sementara itu, Pardomuan Zebfri Panjaitan kembali mempertegas bahwa semua informasi yang ia sampaikan merupakan fakta, bukan rekayasa atau berita bohong. Ia menyatakan kesiapannya mengikuti seluruh proses hukum dan prosedur sesuai peraturan yang berlaku. “Saya akan mengikuti proses hukum yang benar. Apa yang saya sampaikan adalah kebenaran,” pungkasnya.
Kasus ini semakin menambah daftar panjang dugaan pelanggaran hak-hak pekerja yang melibatkan sejumlah perusahaan besar, termasuk BUMN. Publik kini menunggu langkah tegas dari Disnaker maupun aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa hak pekerja dilindungi dan perusahaan tidak semena-mena dalam mengambil kebijakan yang merugikan karyawan.











