Oleh: Aulia Aziz Al Haqqi, S.H., M.H., CCLE., CPArb
Praktisi Hukum
Banyak pencari kerja yang pernah mengalami hal ini: sudah lolos wawancara, sudah tanda tangan kontrak, lalu tiba-tiba HRD berkata, “Ijazah asli Anda harus dititipkan di perusahaan.” Bagi sebagian orang, ini terasa wajar. Namun, benarkah praktik menahan ijazah karyawan itu sah menurut hukum?
Jawabannya tegas: tidak sah. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak pernah memberikan kewenangan kepada perusahaan untuk menahan ijazah pekerja. Tidak ada pasal yang menyebutkan ijazah bisa dijadikan jaminan.
Lebih jauh, Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menegaskan bahwa hubungan kerja lahir dari perjanjian kerja yang disepakati kedua belah pihak. Artinya, jika ada klausul yang mewajibkan pekerja menyerahkan ijazah, maka klausul itu batal demi hukum karena bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Selain itu, Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 menjamin setiap orang berhak atas pekerjaan serta perlakuan yang adil. Penahanan ijazah jelas melanggar prinsip konstitusi tersebut. Ijazah adalah dokumen pribadi yang menjadi simbol perjuangan akademis, bukan alat kontrol perusahaan terhadap karyawannya.
Perusahaan yang tetap menahan ijazah bisa berhadapan dengan risiko hukum. Pertama, secara perdata, karyawan bisa menggugat dengan dasar perbuatan melawan hukum. Kedua, secara pidana, penahanan ijazah bisa masuk kategori penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP. Ketiga, secara administratif, Dinas Ketenagakerjaan berhak memberi teguran, sanksi, hingga rekomendasi penghentian usaha.
Sebagai praktisi hukum, saya sering menerima aduan pekerja yang ijazahnya masih ditahan perusahaan lama padahal mereka sudah mengundurkan diri. Banyak di antara mereka akhirnya terhambat melamar kerja baru atau melanjutkan pendidikan, hanya karena dokumen penting itu tidak dikembalikan.
Jika perusahaan ingin memastikan karyawan tidak keluar sebelum kontrak berakhir, ada cara yang sah dan bermartabat: buat perjanjian kerja yang jelas, tuliskan konsekuensi finansial yang proporsional jika kontrak dilanggar, serta bangun hubungan kerja yang sehat berdasarkan saling menghormati.
Pada akhirnya, menahan ijazah tidak pernah dibenarkan hukum. Ia bukan barang gadai, melainkan bagian dari identitas seseorang yang dilindungi undang-undang. Perusahaan yang masih mempraktikkan penahanan ijazah bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merampas martabat pekerjanya.