Pangkal Pinang, Selektifnews.com – Dugaan praktik penyelundupan pasir timah ilegal kembali menyeruak di Bangka Belitung. Kali ini, nama PT Mitra Stania Prima (MSP) kembali mencuat dalam pusaran sorotan publik, usai beredar informasi adanya rantai kolektor yang memasok puluhan ton pasir timah ilegal setiap minggu ke smelter tersebut. Rabu (24/9/2025).
Berdasarkan informasi yang dihimpun Jejaring Media KBO Babel, Minggu (21/9/2025) malam sekitar pukul 22.25 WIB, di kawasan Desa Kayu Besi, Air Mesu, Kabupaten Bangka Tengah, terpantau aktivitas mencurigakan yang diduga terkait aliran pasir timah ilegal.
Seorang kolektor berinisial AW, yang dikenal luas sebagai pemain timah ilegal, disebut mengutus oknum karyawati PT MSP berinisial D untuk melakukan komunikasi terkait aktivitas tersebut.
Namun, alih-alih meredam kegaduhan, sikap arogan D justru menuai sorotan dan memicu pertanyaan serius mengenai dugaan keterlibatan langsung smelter PT MSP dalam mata rantai ilegal tersebut.
“Oknum karyawan seperti D inilah yang justru menguatkan indikasi keterlibatan smelter PT MSP dalam persenyawaan haram antara penambang, kolektor, dan smelter,” tegas Dwi, mantan penambang timah, saat dimintai komentar.
Rantai Setoran Puluhan Ton per Minggu
Menurut informasi, kolektor AW tidak bekerja sendirian. Ia disebut memiliki hubungan erat dengan EP, yang berperan sebagai humas jaringan kolektor.
Dari hasil penampungan, pasir timah ilegal itu kemudian dibawa ke PT MSP Sungailiat dengan jumlah setoran mencapai sekitar 10 ton per minggu.
Penerima barang disebut berinisial T, yang diduga mewakili pihak PT MSP. Informasi lain bahkan menyebutkan bahwa humas PT MSP, berinisial D, pernah mengklaim bahwa AW adalah “kolektor resmi” yang terikat dengan perusahaan.
Di lapangan, dugaan aliran ilegal ini turut diperkuat dengan pergerakan sebuah truk berpelat nomor BN 8332 TN, dikemudikan sopir berinisial H, yang kedapatan mengangkut pasir timah menuju PT MSP tanpa dokumen sah maupun surat jalan resmi.
Truk itu disebut bergerak dari gudang kolektor AW di Kayu Besi menuju jaringan kolektor T.
AW diduga merasa aman beroperasi karena adanya jaminan langsung dari pihak PT MSP melalui D. “Kalau sudah ada jaminan dari smelter, siapa yang berani ganggu?” ujar salah satu sumber lokal yang mengetahui pola permainan tersebut.
Bayang-bayang APH
Lebih jauh, PT MSP juga disebut mendapat dukungan dari oknum aparat penegak hukum (APH) untuk memperlancar aliran barang ilegal itu.
Dugaan ini membuat publik makin geram, sebab praktik ilegal yang melibatkan institusi resmi bukan saja merugikan negara, tetapi juga merusak tata kelola pertimahan di Bangka Belitung.
“Mereka seolah kebal hukum, karena ada bekingan. Padahal semua orang tahu, jalur ini jelas-jelas ilegal,” kata seorang aktivis lingkungan di Pangkal Pinang.
MSP dan Jejaring Keluarga Politik
Nama PT MSP bukanlah pemain baru dalam industri timah Bangka Belitung. Publik mengetahui, perusahaan ini merupakan bagian dari jejaring usaha pertambangan grup Hasyim Djojohadikusumo, yang dikelola oleh Herwindo, keponakan Presiden RI.
Fakta ini membuat sorotan publik semakin tajam. Apalagi, dalam beberapa kesempatan, Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan sikap tegasnya: tidak ada kompromi bagi siapapun yang membekingi tambang ilegal, baik itu pengusaha, pejabat, maupun jenderal aktif dan purnawirawan.
“Siapapun yang melanggar hukum harus ditindak. Tidak ada toleransi,” tegas Presiden dalam salah satu pernyataannya.
Publik kini menanti, apakah pernyataan itu benar-benar dijalankan atau hanya sebatas lip service politik.
“Semoga statement presiden bukan sekedar omon-omon,” ucap seorang pemerhati sosial dengan nada skeptis.
Konfirmasi Mandek
Hingga berita ini diterbitkan, upaya redaksi untuk mengonfirmasi pihak PT MSP maupun individu yang disebut dalam informasi ini belum membuahkan hasil. Pesan singkat melalui WhatsApp yang dikirimkan ke pihak terkait belum mendapat balasan.
Kasus dugaan rantai kolektor–smelter ini menjadi alarm keras bagi aparat penegak hukum. Jika benar praktik setoran puluhan ton pasir timah ilegal dibiarkan mengalir ke PT MSP, maka bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga menyangkut **legitimasi moral dan politik** di tengah janji pemerintah menata ulang tata kelola timah nasional. (KBO Babel)