Tebing Tinggi, Selektifnews.com — Krisis obat-obatan dasar di Kota Tebing Tinggi kini memasuki fase genting dan mengkhawatirkan. Lima Puskesmas di kota ini akhirnya angkat bicara setelah pasokan obat dari UPTD Instalasi Farmasi Kesehatan (IFK) Dinas Kesehatan tak kunjung disalurkan hingga awal November 2025. Kondisi ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang mengandalkan pelayanan kesehatan dasar pemerintah.
Dari sembilan Puskesmas yang beroperasi di seluruh wilayah Kota Tebing Tinggi, sebagian besar dilaporkan telah kehabisan obat esensial seperti parasetamol, amoxicillin, dan obat dasar lainnya. Sejumlah tenaga medis bahkan terpaksa mengambil langkah darurat dengan membeli obat dari apotek setempat menggunakan dana pribadi demi menjaga pelayanan kepada pasien. “Ini bukan soal administrasi, ini soal kebutuhan pasien,” ungkap salah satu kepala Puskesmas yang enggan disebutkan namanya.
Sumber internal menyebutkan bahwa keterlambatan distribusi obat sudah berlangsung selama berbulan-bulan tanpa kepastian waktu penyaluran. Laporan dan keluhan berulang kali disampaikan kepada Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi, namun hingga awal November 2025 belum ada realisasi nyata di lapangan. Kondisi ini membuat para tenaga kesehatan frustrasi karena harus melayani pasien tanpa dukungan obat-obatan memadai.
Informasi yang dihimpun Selektifnews.com dari sumber terpercaya di lingkungan Dinas Kesehatan mengungkapkan bahwa stok obat sebenarnya masih tersedia di gudang IFK. Namun, diduga kuat proses administrasi berupa serah terima barang dan berita acara pembayaran yang menjadi tanggung jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) belum juga diselesaikan. Akibatnya, ribuan obat tertahan tanpa alasan yang jelas dan tanpa dasar hukum yang transparan.
Krisis ini tidak hanya berdampak pada terganggunya pelayanan kesehatan dasar, tetapi juga berpotensi melanggar prinsip pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mewajibkan pemerintah daerah menjamin ketersediaan dan kontinuitas layanan bagi masyarakat. Ketidaktersediaan obat di Puskesmas menunjukkan lemahnya pengawasan dan koordinasi antar instansi di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi.
Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas dengan tegas menyebutkan bahwa ketersediaan obat esensial merupakan bagian dari standar pelayanan minimal di bidang kesehatan. Jika obat dasar tidak tersedia, maka hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah gagal memenuhi salah satu indikator utama pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat.
Banyak pihak menilai bahwa krisis ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Di tengah gencarnya pelaksanaan proyek fisik dan kampanye reformasi birokrasi, masyarakat justru kesulitan mendapatkan obat dasar di fasilitas kesehatan milik pemerintah. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai prioritas pengelolaan anggaran dan komitmen pemerintah terhadap pelayanan publik yang berkeadilan.
Menanggapi persoalan tersebut, Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi, Henny Sri Hartati, menjelaskan bahwa keterlambatan distribusi obat disebabkan oleh proses administrasi keuangan daerah. “Untuk belanja obat-obatan tahun 2025, kami menunggu P-APBD disahkan oleh DPRD Tebing Tinggi. Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) baru keluar pada Oktober 2025 dan langsung kami proses. Obat sudah masuk ke gudang farmasi sejak tiga hari lalu dan sedang kami distribusikan. Insyaallah hari Senin besok sudah sampai ke Puskesmas,” ujar Henny saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (7/11/2025).
Masyarakat berharap agar permasalahan ini segera diselesaikan secara transparan dan akuntabel. Pemerintah diminta memastikan agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan. Sebab, di tengah meningkatnya kebutuhan kesehatan masyarakat pasca-pandemi, ketersediaan obat dasar merupakan hak dasar yang tidak boleh diabaikan oleh siapapun, terlebih oleh pemerintah.










